Ummu Ibrahim al Bashariyyah


Dikisahkan di Bashrah terdapat wanita-wanita ahli ibadah, di antaranya adalah Ummu Ibrahim al-Hasyimiyah. Ketika musuh Islam menyusup ke kantong-kantong perbatasan wilayah Islam, maka orang-orang tergerak untuk berjihad di jalan Allah.

'Abdul Wahid bin Zaid al Bashri berdiri di tengah orang-orang sambil berkhutbah untuk menganjurkan mereka berjihad. Sedangkan saat itu Ummu Ibrahim turut menghadiri majelis ini. 'Abdul Wahid terus berkhutbah, sampailah pembicaraannya menerangkan tentang bidadari. Bidadari merupakan imbalan bagi sebagian penghuni surga, akibat amalannya diterima oleh Allah, amalan tersebut antara lain adalah jihad.

'Abdul Wahid menyebutkan pernyataaan-pernyataan tentang bidadari, kemudian dia bersenandung menyifati bidadari ini.
Gadis yang berjalan tenang dan berwibawa
Orang yang menyifatkan memperoleh apa yang diungkapkannya

Dia diciptakan dari segala sesuatu yang baik nan harum
Segala sifat jahat telah dienyahkan

Allah menghiasinya dengan wajah
yang berhimpun padanya sifat-sifat kecantikan yang luar biasa

Matanya bercelak demikian menggoda
Pipinya mencipratkan aroma kesturi

Lemah gemulai berjalan di atas jalannya
Seindah-indah yang dimiliki dan kegembiraan yang berbinar-binar

Apakah kau melihat peminangnya mendengarkannya
Ketika mengelilingkan piala dan bejana

Di taman yang elok yang kita dengar suaranya
Setiap kali angin menerpa tangan itu, bau harumnya menyebar

Dia memanggilnya dengan cinta yang jujur
Hatinya terisi dengannya hingga melimpah

Wahai kekasih aku tidak menginginkan selainnya
Dengan cincin tunangan sebagai pembukanya

Janganlah kau seperti orang yang bersungguh-sungguh ke puncak hajatnya
Kemudian setelah itu ia meninggalkannya

Tidak, orang yang lalai tidak akan bisa meminang wanita sepertiku
Yang meminang wanita sepertiku hanyalah orang yang merengek-rengek
Maka sebagian orang bergerak pada sebagian yang lainnya, dan majelis itupun menjadi ramai dan gaduh. Kemudian Ummu Ibrahim yang mengikuti khutbah 'Abdul Wahid ini menyeruak dari tengah orang-orang seraya berkata kepada 'Abdul Wahid,
"Wahai Abu 'Ubaid, bukankah engkau tahu anakku Ibrahim. Para pemuka Bashrah meminangnya untuk puteri-puteri mereka, tetapi aku memukul anakku ini di hadapan mereka. Demi Allah, gadis (bidadari) ini mencengangkanku dan aku meridhainya menjadi pengantin untuk puteraku. Ulangi lagi apa yang engkau sebutkan tentang kecantikannya.”

Mendengar hal itu ‘Abdul Wahid kembali menyifatkan bidadari, kemudian bersenandung:
Wajahnya mengeluarkan cahaya yang kembali mengeluarkan cahaya
Sendau guraunya seharum parfum dari parfum murni

Jika menginjakkan sandalnya di atas pasir yang sangat gersang
niscaya seluruh penjuru menjadi hijau, dengan tanpa hujan

Tali yang mengikat pinggangnya
Seperti ranting pohon Raihan yang berdaun hijau

Seandainya meludahkan air liurnya dilautan
Niscaya umat manusia merasakan segarnya meminum air lautan
Orang-orangpun menjadi semakin ramai, lalu Ummu Ibrahim maju seraya berkata kepada ‘Abdul Wahid,
“Wahai Abu Ubaid, demi Allah, gadis ini mencengangkanku dan aku meridhainya sebagai pengantin bagi puteraku. Apakah engkau sudi menikahkan puteraku dengan gadis tersebut saat ini juga?, Ambilllah maharnya dariku sebanyak 10.000 dinar, serta bawalah putraku keluar bersamamu menuju peperangan itu. Mudah-mudahan Allah mengaruniakan syahadah (mati syahid) kepadanya, sehingga dia akan memberi syafa’at untukku dan untuk ayahnya pada hari Kiamat.”

‘Abdul Wahidpun menjawab, “Jika engkau melakukannya, niscaya engkau dan anakmu akan mendapatkan keberuntungan yang besar.”

Kemudian Ummu Ibrahim memanggil puteranya, “Wahai Ibrahim!”

Ibrahimpun bergegas maju dari tengah orang-orang seraya mengatakan, “Aku penuhi panggilanmu, wahai ibu.”

Ummu Ibrahim berkata, “Wahai puteraku! Apakah engkau ridha dengan gadis (bidadari) ini sebagai isteri, dengan syarat engkau mengorbankan dirimu di jalan Allah dan tidak kembali dalam dosa-dosa?”

Pemuda ini menjawab, “Ya, demi Allah wahai ibu, aku sangat ridha.”

Ummu Ibrahim berkata, “Ya Allah, aku menjadikan-Mu sebagai saksi bahwa aku telah menikahkan anakku ini dengan gadis ini dengan pengorbanannya di jalan-Mu dan tidak kembali dalam dosa. Maka, terimalah dariku, wahai sebaik-baik Penyayang.”

Kemudian ibu ini pergi, lalu datang kembali dengan membawa 10.000 dinar seraya mengatakan, “Wahai Abu ‘Ubaid, ini adalah mahar gadis itu. Bersiaplah dengan mahar ini. “

Abu Ubaidpun menyiapkan para pejuang di jalan Allah.

Sang ibu kemudian pergi membelikan kuda yang baik untuk puteranya dan menyiapkan senjata untuknya.

Kemudian berangkatlah rombongan ‘Abdul Wahid yang didalamnya terdapat Ibrahim, ke medan perang. Bersamaan dengannya dibacakanlah QS. At-Taubah:111 yang artinya,
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan Surga untuk mereka ...

Ketika sang ibu hendak berpisah dengan puteranya, maka ia menyerahkan kain kafan dan wangi-wangian kepadanya seraya mengatakan kepadanya, “Wahai anakku, jika engkau hendak bertemu dengan musuh, maka pakailah kain kafan ini dan gunakanlah wangi-wangian ini. Janganlah Allah melihatmu dalam keadaan lemah di jalan-Nya.” Kemudian ia memeluk puteranya dan mencium keningnya seraya mengatakan, “wahai anakku, Allah tidak mengumpulkan antara aku denganmu kecuali di hadapan-Nya pada hari Kiamat.”

Selanjutnya marilah kita baca penuturan ‘Abdul Wahid
‘Abdul Wahid berkata, “Ketika kami sampai diperbatasan musuh, kemudian terompet pun ditiup, dan mulailah terjadi perang. Saat itu Ibrahim berperang di barisan terdepan. Ia membunuh musuh dalam jumlah yang besar, sampai musuh mengepungnya, kemudian membunuhnya.”

‘Abdul Wahid berkata, “Ketika kami hendak kembali ke Bashrah, aku berkata kepada Sahabat-Sahabatku,

‘Jangan kalian menceritakan kepada Ummu Ibrahim tentang berita yang menimpa puteranya sampai aku mengabarkan kepadanya dengan sebaik-baik hiburan. Sehingga ia tidak bersedih dan pahalanya tidak hilang.’

Ketika kami sampai di Bashrah, orang-orangpun keluar untuk menyambut kami, dan Ummu Ibrahim pun berada diantara mereka.”

‘Abdul Wahid berkata: “Ketika dia memandangku, ia bertanya, ‘Wahai Abu Ubaid, apakah hadiah dariku diterima sehingga aku diberi ucapan selamat, atau ditolak sehingga aku diberi belasungkawa?’

Akupun menjawab, ‘Hadiahmu telah diterima. Sesungguhnya Ibrahim hidup bersama orang-orang yang hidupdalam keadaan diberi rizki (insyaa Allah)’.

Maka ibu inipun tersungkur dalam keadaan bersujud kepada Allah karena bersyukur, dan mengatakan, ‘Segala puji bagi Allah yang tidak mengecewakanku dan menerima ibadah dariku.’ Kemudian ia pergi.

Keesokan harinya, Ummu Ibrahim datang ke masjid yang didalamnya terdapat ‘Abdul Wahid lalu dia berseru, ‘Assalaamu’alaikum wahai Abu ‘Ubaid, ada kabar gembira untukmu’. Selanjutnya dia berkata,
‘Tadi malam aku bermimpi melihat puteraku, Ibrahim, di sebuah taman yang indah. Di atasnya terdapat kubah hijau, sedangkan dia berada di atas ranjang yang terbuat dari mutiara, dan kepalanya memakai mahkota. Ibrahim berkata,
"Wahai ibu, bergembiralah. Sebab maharnya telah diterima dan aku bersanding dengan pengantin wanita.’”

Demikianlah salah satu kisah ibu-ibu umat Islam terdahulu. Yang dia menyebabkan bangsa Arab dan umat Islam dahulu, menjadi bangsa yang kuat. Umat Islam dahulu menjadi umat yang mempunyai kewibawaan yang besar diantara umat-umat yang lain. Salah satunya adalah upaya dari ibu-ibu dengan menyiapkan anak-anaknya sebagai prajurit pembela Islam.

Marilah para ibu, maupun calon ibu untuk mencontoh segala yang dilakukan oleh ibu-ibu umat Islam ini jaman terdahulu, yang selalu membantu suami dan anaknya dalam rangka mentaati Allah Subhanahu wa ta’ala.

Dengannya semoga kejayaan dan kewibawaan umat Islam mampu kembali.
Sumber: Isyratun Nisaa’ minal alif ilal yaa’
copy from: http://kisahislam.com/kisah-teladan/101-ummu-ibrahim-al-bashariyyah-menikahkan-putranya-dg-bidadari.html

Wanita Solehah

Tidak banyak syarat yang dikenakan oleh Islam untuk seseorang wanita untuk menerima gelar solehah, dan seterusnya menerima pahala syurga yang penuh kenikmatan dari Allah s.w.t.

Mereka hanya perlu memenuhi 2 syarat saja yaitu:
1. Taat kepada Allah dan RasulNya
2. Taat kepada suami

Perincian dari dua syarat di atas adalah sebagai berikut:

1. Taat kepada Allah dan RasulNya

Bagaimana yang dikatakan taat kepada Allah s.w.t. ?
- Mencintai Allah s.w.t. dan Rasulullah s.a.w. melebihi dari segala-galanya.
- Wajib menutup aurat
- Tidak berhias dan berperangai seperti wanita jahiliah
- Tidak bermusafir atau bersama dengan lelaki dewasa kecuali ada bersamanya
- Sering membantu lelaki dalam perkara kebenaran, kebajikan dan taqwa
- Berbuat baik kepada ibu & bapa
- Sentiasa bersedekah baik dalam keadaan susah ataupun senang
- Tidak berkhalwat dengan lelaki dewasa
- Bersikap baik terhadap tetangga

2. Taat kepada suami
- Memelihara kewajipan terhadap suami
- Sentiasa menyenangkan suami
- Menjaga kehormatan diri dan harta suaminya selama suami tiada di rumah.
- Tidak cemberut di hadapan suami.
- Tidak menolak ajakan suami untuk tidur
- Tidak keluar tanpa izin suami.
- Tidak meninggikan suara melebihi suara suami
- Tidak membantah suaminya dalam kebenaran
- Tidak menerima tamu yang dibenci suaminya.
- Sentiasa memelihara diri, kebersihan fisik & kecantikannya serta rumah tangga


FAKTOR YANG MERENDAHKAN MARTABAT WANITA
---------------------------------------

Sebenarnya puncak rendahnya martabat wanita adalah datang dari faktor dalam. Bukanlah faktor luar atau yang berbentuk material sebagaimana yang digembar-gemborkan oleh para pejuang hak-hak palsu wanita.

Faktor-faktor tersebut ialah:

1) Lupa mengingat Allah

Kerana terlalu sibuk dengan tugas dan kegiatan luar atau memelihara anak-anak, maka tidak heran jika banyak wanita yang tidak menyadari bahwa dirinya telah lalai dari mengingat Allah. Dan saat kelalaian ini pada hakikatnya merupakan saat yang paling berbahaya bagi diri mereka, di mana syetan akan mengarahkan hawa nafsu agar memainkan peranannya.

Firman Allah s.w.t. di dalam surah al-Jathiah, ayat 23: artinya:

" Maka sudahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmunya. Dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya."
Sabda Rasulullah s.a.w.: artinya:
"Tidak sempurna iman seseorang dari kamu, sehingga dia merasa cenderung kepada apa yang telah aku sampaikan." (Riwayat Tarmizi)

Mengingati Allah s.w.t. bukan saja dengan berzikir, tetapi termasuklah menghadiri majlis-majlis ilmu.

2) Mudah tertipu dengan keindahan dunia

Keindahan dunia dan kemewahannya memang banyak menjebak wanita ke perangkapnya. Bukan itu saja, malahan syetan dengan mudah memperalatkannya untuk menarik kaum lelaki agar sama-sama bergelimang dengan dosa dan noda.
Tidak sedikit yang sanggup durhaka kepada Allah s.w.t. hanya kerana kenikmatan dunia yang terlalu sedikit.

Firman Allah s.w.t. di dalam surah al-An'am: artinya:
" Dan tidaklah penghidupan dunia ini melainkan permainan dan kelalaian dan sesungguhnya negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, oleh karena itu tidakkah kamu berfikir."

3) Mudah terpedaya dengan syahwat
4) Lemah iman
5) Bersikap suka menunjuk-nunjuk.

Ad-dunya mata' , khoirul mata' al mar'atus sholich
Dunia adalah perhiasan, perhiasan dunia yang baik adalah Wanita sholihah.

sumber: http://www.dudung.net/artikel-islami/ciri-ciri-wanita-solehah.html

Keteladanan Nabi Ibrahim AS

Dalam lintasan sejarah kenabian, nama Nabi Ibrahim Alaihissalam, merupakan nama yang sudah tidak asing lagi bagi umat Islam. Selain dikenal sebagai salah seorang rasul ulul azmi (yang memiliki keteguhan), beliau juga sering disebut sebagai Khalilullah (kekasih Alloh Subhaanahu wa Ta’ala), dan Abul Anbiya' (bapaknya para nabi). Tulisan singkat ini memberikan sedikit gambaran tentang perilaku kehidupan beliau untuk kemudian nantinya bisa kita teladani.
Kritis terhadap lingkungan

Nabi Ibrahim Alaihissalam dilahirkan dilingkungan penyembah berhala, termasuk bapaknya sendiri, Azar, namun ternyata lingkungan tidak memberi pengaruh terhadap dirinya. Hal ini dikarenakan sikap kritis yang beliau miliki. Suatu ketika beliau bertanya kepada bapaknya tentang penyembahan berhala ini. Sebagaimana dalam firman Alloh Subhaanahu wa Ta’ala, yang artinya: "Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim ber-kata kepada bapaknya Aazar: "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai ilah-ilah. Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata". (QS: Al-An'am: 74)

Demikianlah keteguhan iman beliau, kesesatan tetaplah beliau katakan sebagai kesesatan meskipun itu dihadapan ayahnya sendiri, sehingga dalam riwayat lain beliau akhirnya diusir oleh sang ayah. Sikap Nabi Ibrahim tidaklah berhenti disini, namun dilanjutkan dengan mencari siapakah sesembahan (Ilah) yang sebenarnya. Tatkala ia melihat bintang ia katakan "Inilah Tuhanku," namun ketika bintang itu tenggelam ia berkata: "Saya tidak suka yang tenggelam", demikian juga ketika melihat bulan dan matahari sama seperti itu. Akhirnya karena merasa bahwa benda-benda di alam ini tak ada yang pantas untuk disembah maka ia berkata, sebagaimana dalam firman Alloh Subhaanahu wa Ta’ala, yang artinya: "Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan."

Kisah ini membuktikan bahwa hanya dengan mengikuti akal sehat dan hati nurani saja (fitrah) ternyata beliau mampu menjadi muslim yang muwahid (lurus tauhidnya) meski lingkungan yang ada tidak mendukung. Dan ini menunjukan bahwa fitrah manusia pada dasarnya adalah bertauhid. Lalu bagaimana dengan kita umat Islam sekarang ini, bukankah selain memiliki akal dan hati nurani kita juga mempunyai pembimbing berupa Al-Qur'an dan As-Sunnah. Masihkah kita akan menutupi kemusyrikan, kebid'ahan dan kemungkaran-kemungkaran yang kita lakukan dengan alasan lingkungan? atau sudah tradisi?

Cerdas, diplomatis dan pemberani

Hal ini dibuktikan ketika beliau berhadapan dengan penguasa musyrik saat itu yang bernama Namrudz, raja Babilonia. Firman Alloh Subhaanahu wa Ta’ala, artinya: "Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Rabbnya (Alloh) karena Alloh telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: "Rabbku ialah yang menghidupkan dan mematikan". Orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Alloh menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu heran terdiamlah orang kafir itu; dan Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS: Al-Baqarah: 258)

Dalam tafsir di sebutkan bahwa yang di maksud orang yang diberi kekuasaan adalah Namrudz, kemudian arti ucapannya: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan" ialah membiarkan hidup seseorang dan membunuh yang lainya. Sadar menghadapi orang yang punya kekuasaan yang bisa bertindak apa saja semaunya maka Nabi Ibrahim lalu menyampaikan hujjah yang sekiranya membuatnya diam, yakni disuruh ia menerbitkan matahari dari barat, jika memang bisa dan punya kekuasaan.

Kecerdasan Nabi Ibrahim juga tertuang dalam kisah lainya yakni tatkala ia menghancurkan berhala-berhala para musyrikin ia sisakan satu berhala yang terbesar. Hal ini tentunya bukan dengan tanpa tujuan. Ketika dalam persidangan iapun ditanya tentang siapa yang menghancurkan berhala-berhala itu. Nabi Ibrahim menjawab: "Tanyakan saja kepada berhala yang paling besar yang belum rusak! Sebenarnya jika para musyrikin itu mau menggunakan otaknya mereka sudah tahu dengan maksud perkataan Nabi Ibrahim tersebut. Namun karena kebodohan mereka merekapun balik mengumpat: "Bagaimana kami bertanya kepadanya, bukankah dia itu hanyalah patung benda mati? Maka dijawab lagi oleh Nabi Ibrahim dengan yang lebih tegas: "Jika sudah tahu itu benda mati mengapa kalian sembah?"

Inilah bukti kecerdasan dan kehebatan beliau dalam berdiplomasi. Memang banyak orang cerdas pemikirannya, namun jika sudah berhadapan dengan penguasa, maka terkadang tidak begitu terlihat kehebatannya bahkan justru yang dilakukan adalah minta petunjuk.

Memiliki ketaatan luar biasa


Sengaja disini kami tulis dengan luar biasa karena memang tidak dimiliki dan tidak bisa dimiliki oleh manusia-manusia biasa seperti kita. Mari kita renungkan arti firman Alloh Subhaanahu wa Ta’ala berikut ini yang mengisahkan tentang perintah penyembelihan Nabi Isma'il: "Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelih-mu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Alloh kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

Perintah menyembelih anak bukanlah perintah sembarangan, namun demikian Nabi Ibrahim tetap saja mengerjakannya, walaupun akhirnya diganti oleh Alloh Subhaanahu wa Ta’ala dengan seekor domba. Jika bukan karena ketaatan yang luar biasa maka tentu Nabi Ibrahim tak sanggup untuk mengerjakannya, demikian pula dengan Nabi Isma'il yang akan disembelih, beliau pun persis seperti ayahnya, pasrah (Islam) terhadap apa yang diwahyukan Alloh Subhaanahu wa Ta’ala.

Telah kita pahami pada awal artikel ini, bahwa beliau adalah seorang yang kritis, cerdas dan diplomatis serta pemberani. Namun itu semua sama sekali tidak berlaku di hadapan Alloh Subhaanahu wa Ta’ala. Mestinya dengan sikap kritis dan kecerdasannya ia bisa menolak perintah itu dengan mengatakan bahwa perintah itu tidak masuk akal dan diluar kebiasaan atau kemampuan. Jika tidak, sebagai seorang yang diplomatis ia bisa menyampikan alasan-alasan tertentu untuk berkelit dari printah itu atau minimal minta diganti perintah lain yang lebih ringan, bukankah ia seorang nabi yang jika meminta sesuatu pasti dikabulkan? Akan tetapi kaum muslimin, beliau bukanlah tipe manusia seperti kita yang ketaatanya hanya setebal kulit ari, dan sangat mudah terhampas oleh tiupan badai. Jika bukan karena rahmat Alloh Subhaanahu wa Ta’ala kita tak punya kekuatan apa-apa untuk mempertahankannya. Rupanya yang ada dalam diri Nabi Ibrahim ketika berhadapan dengan perintah Alloh Subhaanahu wa Ta’ala adalah Sami'na wa atha'na ya dan ya. Tak pernah ada kata 'tidak', 'nanti saja' atau 'perlu analisa dulu', dengan tujuan supaya bebas darinya. Demikianlah ciri-ciri muslim dan mukmin sejati.

Hal ini sesuai dengan firman Alloh Subhaanahu wa Ta’ala, yang artinya: "Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Alloh dan Rasul-Nya telah menetappkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.Dan barang siapa mendurhakai Alloh dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata." (QS: Al-Ahzab: 36)

Memang begitulah idealnya seorang disebut sebagai mukmin. Jika Al Qur'an atau Sunnah mengatakan salah dan haram maka seperti itu pula yang ia katakan. Jika memerintahkan sesuatu maka itulah yang ia kerjakan dan jika melarang sesuatu pantangan jangankan dia mengerjakan, mendekati saja tidak akan mau. Sungguh Alloh Subhaanahu wa Ta’ala Maha Tahu bahwa seorang hamba tak akan sanggup untuk menyembelih anaknya dan seandainya pun yang diperintahkan Alloh Subhaanahu wa Ta’ala hanya ini saja dan tidak ada perintah-perintah lain maka tetap saja dan kita tak akan mampu melakukannya. Dan tiadalah suatu larangan Alloh Subhaanahu wa Ta’ala kecuali di situ terdapat sesuatu yang merugikan dan membawa petaka, oleh karenanya wajib untuk di jauhi.

Dan masih banyak sebenarnya teladan yang bisa diambil dari sirah Nabi Ibrahim ini. Namun karena keterbatasan tempat dan ilmu maka tidak bisa untuk disampaikan semuanya, diantaranya yang terpenting adalah ketegasan beliau terhadap kemusyrikan dan kekafiran. Seperti yang tersebut dalam Al-Qur'an Surat Az-Zurkhruf 26-27.

Pelajaran yang bisa diambil
Pelajaran yang bisa kita ambil dari sedikit uraian diatas adalah: (QS: Ash-Shaffat: 102)
  1. Seseorang tidak boleh melakukan kesyirikan/ kebid'ahan hanya dengan alasan lingkungan, karena telah ada Al Qur'an dan As Sunnah sebagai petunjuk.
  2. Seseorang da'i dituntut memiliki sifat yang cerdas, kritis, peka terhadap lingkungan, bisa bertukar pendapat dengan baik dan pemberani.
  3. Kecerdasan dan intelektualitas bukan penghalang bagi seseorang untuk berlaku taat kepada Alloh Subhaanahu wa Ta’ala. Bahkan akal harus tunduk terhadap wahyu.
  4. Hikmah dari perintah penyembelihan nabi Ismail adalah disyariatkanya ibadah kurban.
  5. Tegas terhadap kemusyrikan dan kekafiran adalah sikap yang harus dimiliki setiap muslim.
Oleh karenanya, akankah lingkungan terus menerus kita kambing hitamkan untuk mempertahankan sebuah kesalahan atau tradisi yang menyimpang, ataukah dengan kecerdasan dan intelektual yang kita miliki kita akan mencoba membelokkan makna ayat-ayat Alloh Subhaanahu wa Ta’ala atau menafsiri semaunya dan dikatakan sudah tidak relevan lagi. Padahal kita tahu, Nabi Ibrahim adalah orang yang sangat cerdas, namun ia berubah menjadi orang yang sangat bodoh (karena taat) ketika berhadapan dengan wahyu, sehingga ketika disuruh menyembelih putranya ia pun bersedia melakukannya tanpa banyak berpikir panjang.

Dimanakah muslim yang berjiwa seperti nabi Ibrahim ini? memang kita tak akan bisa seperti beliau namun setidaknya kita harus berusaha menjadi muslim yang taat dan tidak banyak membantah walau belum mampu untuk melakukannya. Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab... (Parlin Abdurrahman)

(Sumber Rujukan: Al-Qur'an tafsir Bayan, Mushaf terjemah, Kitab Tauhid karya Syaikh At-Tamimi)

Copy from: http://kisahislam.com/kisah-para-nabi/225-keteladanan-nabi-ibrahim.html

Tujuan-tujuan Umum Harakah Islamiyyah


Kamis, 25/02/2010 08:03 WIB

Oleh: DR. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris *


Rintangan di Tengah Jalan

Tidak diragukan bahwa orang yang memotivasi diri untuk menjadi salah satu tentara dan da‘i Allah, berkata benar, menyuarakan kebenaran secara lantang, melawan kebatilan dan para pelakunya dan berusaha mengubah nilai-nilai jahiliyah, sistem jahiliyah dan undang-undang jahiliyah…tidak diragukan bahwa mereka itu akan mengalami penyiksaan, hambatan dan beban berat. Inilah pesan yang dapat dipetik dari kisah para Rasul dan reformer seperti Nuh, Musa dan ‘Isa alaihissalam dan terutama Rasul kita Muhammad Saw. Hasan Al-Banna rahimahullah memandang dengan cahaya Allah ketika berbicara kepada para pengikutnya tentang watak jalan dakwah serta rintangan-rintangan yang akan mereka hadapi. Karena itu, Hasan Al-Banna menyiapkan jiwa-jiwa untuk menghadapi peristiwa-peristiwa ini sebelum terjadi, agar ketika terjadi maka mereka menghadapinya dengan wajar, tidak terkejut.

Al-Banna mengatakan, “Aku ingin berterus-terang kepada kalian, bahwa dakwah kalian ini masih belum dikenal oleh banyak orang. Pada saat mereka mengetahuinya, memahami tujuan-tujuannya, maka dakwah ini akan menerima permusuhan sengit dan perlawanan yang keras dari mereka. Kalian akan menghadapi banyak beban berat dan rintangan.

"Pada saat ini sajalah kalian mulai menempuh jalan para pelaku dakwah. Adapun sekarang, kalian masih belum belum dikenal dapun sekarang, kalian masih belum belum dikenal dan baru menyiapkan dakwah dan bersiap untuk melakukan perjuangan dan jihad yang dituntut dakwah. Mereka yang tidak mengenal hakikat Islam dari bangsa ini akan meletakkan rintangan di jalan kalian. Di antara para agamawan dan ulama formal, kalian akan menemukan orang yang menganggap aneh pemahaman kalian tentang Islam. Ia akan menentang jihad kalian. Para pemimpin, tokoh dan penguasa akan dengki kepada kalian. Dan semua pemerintah akan mengganjal langkah kalian. Setiap pemerintah pasti akan membatasi aktivitas kalian dan meletakkan batu sandingan di jalan kalian.”

“Para perampas hak itu akan menggunakan segala cara untuk melawan dan memadamkan cahaya dakwah kalian. Untuk tujuan itu mereka akan memanfaatkan pemerintah yang lemah, akhlak yang lemah dan tangan-tangan yang mengemis kepada mereka dan berlaku jahat kepada kalian. Semua orang akan menaburkan debu syubhat dan tuduhan tak beralasan kepada dakwah kalian.

"Mereka akan berusaha menisbatkan setiap kekurangan pada dakwah kalian dan menampilkannya kepada publik dalam bentuk yang paling buruk, dengan mengandalkan kekuatan dan kekuasaan mereka, serta harta benda dan pengaruh mereka. “Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.” (QS ‘Ash-Shaff [61]: 8)

"Dengan demikian, tidak diragukan bahwa kalian akan masuk ke ruang-ruang interogasi, ditangkap dan dipenjara, dipindah dan diasingkan, dibatasi kepentingan kalian, dipecat dari pekerjaan, digeledah rumah-rumah kalian. Bisa jadi masa cobaan yang kalian hadapi ini berlangsung lama. “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS Al-‘Ankabut [29]: 2) Tetapi, setelah itu semua, Allah menjanjikan kemenangan para mujahid dan balasan orang-orang yang berbuat baik.

Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman. Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia, ‘Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?" Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kami lah penolong-penolong agama Allah", lalu segolongan dari Bani Israel beriman dan segolongan (yang lain) kafir; maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang.” (QS Ash-Shaff [61]: 10-14)

“Apakah kalian berketetapan untuk menjadi penolong-penolong Allah?”

Inilah pernyataan Al-Banna. Semua prediksinya itu telah terjadi. Bukan karena ia mengetahui perkara gaib, karena ilmu gaib itu hanya milik Allah dan Dia tidak memberikannya kepada seorang makhluk-Nya pun, meski ia seorang Nabi dan Rasul. Allah berfirman melalui lisan Nabi-Nya,

“Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudaratan.” (QS Al-A’raf [7]: 188)

Allah juga berfirman melalui lisan Nuh AS,
“Dan aku tidak mengatakan kepada kamu (bahwa), ‘Aku mempunyai gudang-gudang rezeki dan kekayaan dari Allah dan aku tiada mengetahui yang gaib.” (QS Hud [11]: 31)

Apa yang diprediksikan Al-Banna rahimahullah itu bersumber dari interaksinya dengan Al-Qur’an Al-Karim dan penelaahannya terhadap sejarah para pelaku dakwah di masa lalu, serta Rasulullah Saw. dan para sahabatnya. Karen amereka semua mengalami ini semua, bahkan lebih, namun mereka bersabar hingga memperoleh kemenangan.

Kita telah mengalami, melihat dan mendengar banyak kejadian. Kita pernah mendengar kalangan formal yang menyebut para da‘i yang menginkan reformasi dan mengubah kerusakan sebagai orang-orang yang sesat dan menyesatkan. Mereka berkedok agama, padahal tidak ada hubungan apapun antara mereka dan agama. Kita juga pernah mendengar orang yang menyebut para anggota harakah Islamiyyah di negeri Al-Walid sebagai agen Kamp David. Pada waktu yang sama, kita menemukan agen Kamp David di negeri Kinanah itu menghujat dan menuduh mereka telah berbuat rusak dan merusak, lalu ia menjebloskan mereka ke penjara, menyiksa dan mengusir mereka.”

Kita pernah mendengar dan membaca tentang orang-orang yang mengaku ulama tetapi ia menyebut jama’ah yang didirikan Imam Syahid Hasan Al-Banna itu dengan julukan ‘Ikhuwanusy Syayathin’ (saudara-saudara setan). Mereka memberi fatwa yang menghalalkan darah mereka serta mengusir keluarga dan kerabat mereka.

Kita juga mendengar sebagian orang yang senang dengan dihukum matinya mufasir Al-Qur’an, ulama syahid Sayyid Quthub, karena ia tidak mengetahui hakikat agamanya dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di lapangan.

Kita juga mendengar orang yang menyebut jama’ah yang berperang di bumi Palestina dan Terusan Suez sebagai tentara bayaran. Mereka melancarkan serangan informasi secara massif untuk mencoreng wajah jama’ah dan menanamkan kebencian masyarakat terhadapnya.

Benar, para pengikut dakwah dan para pemimpin jama’ah ini telah menerima penganiayaan dan rintangan dari orang-orang yang tidak mengetahui hakikat Islam. Mereka menjadi rintangan yang menghalangi amal jama’ah dan mencoreng wajahnya.
Aku pernah bertemu dengan beberapa agamawan, ulama formal dan ahli fiqih pemerintah yang mengkritik pemahaman lurus jama’ah tentang Islam. Mereka menganggap menyuarakan kebenaran dan jihad sebagai perbuatan ekstrem, terorisme, reaksionisme dan fundamentalisme.

Saya pernah menghadapi sikap dengki dan perang yang tidak main-main dari para pemimpin masyarakat dan negara. Hal itu karena mereka telah mencuri kekayaan masyarakat bukan dengan jalan yang benar. Sedangkan jama’ah ini, baik pemimpin maupun individu-individunya, menyerukan agar hak orang-orang yang terzhalimi itu dikembalikan. Inilah yang membuat para pemimpin, pejabat dan penguasa itu marah terhadap jama’ah ini, serta melancarkan serangan sengit yang tidak main-main.

Pemerintah di berbagai negara telah membuat rencana dan melaksanakan rencana itu untuk menghentikan langkah jama’ah ini, baik secara kebudayaan, moral, jihad, ekonomi, sosial, atau medis. Mereka telah membuat berbagai aturan, undang-undang dan instruksi untuk menghalangi banyak bidang aktivitas dakwah, dan menganggap aktivitas-aktivitas ini sebagai kejahatan yang dikenai undang-undang. Bahkan menganggap keberadaan jama’ah ini sebagai kejahatan. Sehingga setiap orang yang bergabung ke dalamnya, berjanji kepada Allah untuk mengikuti jalannya, dan berusaha untuk membangun kembali kehidupan yang Islami dan mendirikan daulah Islamiyyah itu harus dikenai hukuman.

Tuduhan yang dialamatkan kepada Sayyid Quthub rahimahullah sehingga dihukum mati adalah karena ia menghidupkan organisasi jama’ah Al-Ikhwan Al-Muslimun yang dilarang.
Ustadz Al-Banna rahimahullah memprediksikan para pemimpin dan pejabat itu penindas dan perampas hak itu demikian, “Para perampas itu akan menggunakan segala cara untuk melawan kalian dan memadamkan cahaya dakwah kalian.” Apa yang diprediksikannya itu benar. Mereka telah merampas kekuasaan, bukan dipilih oleh warga negara melalui pemilihan yang bebas dan bersih. Mereka merampas kekayaan publik dan merampas kekuasaan, lalu mempertahankannya itu dengan mati-matian.

Para pemimpin, pejabat dan pemerintahan yang merampas kekuasaan itu memiliki tujuan yang keji, dan cara mereka untuk mencapai tujuan tersebut lebih keji. Karena itu, mereka selalu berbohong, merekayasa fakta, dan memanipulasi kebenaran untuk menghalangi munculnya cahaya kebenaran yang terang yang akan memupus gelapnya malam yang gulita.

Para pencuri itu telah melancarkan perang informasi yang sengit terhadap jama’ah ini dengan menggunakan semua sarana informasi seperti radio, televisi, jurnal, majalah, drama, ceramah, seminar dan kajian. Bahkan mereka menerima dana yang besar dari musuh-musuh Islam sebagai kompensasi atas perbuatan mereka melawan dan menekan jama’ah ini, karena jama’ah ini mengancam eksistensi mereka di negara-negara muslim dan kepentingan mereka.

Para pencuri itu juga melancarkan perang teror dan penganiayaan fisik terhadap para da‘i. Puluhan ribu da‘i, bahkan ratusan ribu da‘i dijebloskan ke dalam penjara. Mereka disiksa dengan sadis, sehingga ada yang kehilangan penglihatannya, ada yang kehilangan pendengarannya, dan ada yang menjadi bungkuk, ada yang lumpuh salah satu atau kedua tangannya, atau salah satu kaki atau kedua kakinya, dan ada yang melayang nyawanya akibat siksaan orang-orang yang zhalim itu.

Da‘i-da‘i itu terpencar-pencar di berbagai negara. Mereka hidup di tempat pengasingan dan menerima berbagai penderitaan dan tragedi. Kami memohon kepada Allah semoga membalas mereka dengan pahala yang besar.

Mereka dipecat dari pekerjaan mereka, dijauhkan dari anak-anak mereka, kekayaan mereka disita, kepentingan mereka dihalangi dan dikuasai para pencuri itu. Bahkan para da‘i itu dikucilkan dari masyarakat, keberadaan mereka tidak dianggap, dan dilarang menggunakan hak dan kebebasan mereka.

Rumah-rumah mereka didobrak malam-malam dengan cara kasar dan liar. Bahkan srigala saja tidak melakukan hal semacam itu karena terlalu keji. Anak-anak yang ada di pangkuan ibunya ditakut-takuti, perempuan di tempat tidurnya diteror, orang tua pun diteror. Bahkan pada algojo itu memukul dan menghancurkan apa saja yang ada di depannya untuk meneror keluarga para da‘i.

Tragedi-tragedi tersebut, bahkan lebih dari itu, terjadi di tangan para penguasa dan pejabat. Ada kalanya seorang pejabat menipu rakyat, lalu kebusukan dan pengkhianatannya kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang mukmin pun terungkap. Ada pula yang pengkhianatannya dari hari pertama terungkap, lalu ia diadili. Dan ada pula yang perilakunya tidak terungkap, tetapi suatu saat nanti ia pasti terungkap, kemudian rakyat menentukan sikap penolakan terhadapnya.

Penulis katakan bahwa berbagai bencana, ujian, pengusian, dan pembatasan pemikiran, opini, kebebasan, kekayaan dan hak yang dihadapi jama’ah, serta perang informasi dan teror yang diterima jama’ah dan para pengikutnya itu tidak menghentikan perjalanannya. Sebaliknya, jama’ah ini telah melewati rintangan-rintangan tersebut dan tegar di atas kebenaran yang diserukannya. Mereka mengorbankan jiwa dan harta benda untuk mengangkat agama ini. Hal itulah yang menjadikan musuh-musuh jama’ah bingung dalam menemukan sarana-sarana perlawanan terhadapnya.

Mereka telah gagal dalam merealisasikan keingian mereka, sementara jama’ah ini sukses menyebarkand akwahnya. Ia telah menciptakan kesadaran Islam pada publik di setiap kawasan dunia, dan ia terus berjalan untuk mencapai tujuan-tujuannya dengan langkah yang mantap. Ia terus bergerak untuk menciptakan kesadaran Islam pada level kenegaraan, setelah ia menciptakan kesadaran Islam pada level kabangsaan. Dengan kesadaran itu, Islam naik ke tataran kekuasaan sehingga seluruh syari’at Islam dapat diterapkan, baik pidana, peradata, hubungan internasional, manajemen, dan lain-lain. (bersambung)

*) DR. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris

DR. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris adalah anggota Parlemen Jordania. Berasal dari desa Falujah, Palestina yang diduduki Israel 1949. Lahir tahun 1940. Menjadi Anggota Parlemen Jordania pada tahun 1989, kemudian terpilih kembali pada tahun 2003. Sempat dicabut keanggotaannya sebagai anggota parlemen Jordania karena melayat saat terbunuhnya Az-Zarkawi, pimpinan Al-Qaedah di Irak, kemudian dipenjara selama 2 tahun dan dibebaskan berdasarkan surat perintah Raja Abdullah II bersama temannya sesama anggota perlemen Ali Abu Sakr.

DR Abu Faris aktivis Gerakan Dakwah di Jordania. Meraih gelar doktor dalam bidang Assiyasah Assyar’iyyah (Politik Islam). Kepala bidang Studi Fiqih dan Perundang-Undangan di Fakultas Syari’ah Universitas Jordania. Beliau juga Professor pada Fakultas Syari’ah pada universitas tersebut. Di samping itu, beliau juga Direktur Majlis Tsaqofah Wattarbiyah pada Lembaga Markaz Islami Al-Khairiyah. Mantan Anggota Maktab Tanfizi Ikhwanul Muslimin, Anggota Majlis Syura Ikhwanul Mislimin dan Partai Ikhwan di Jordania.

Beliau terkenal dengan ketegasannya, ceramah-ceramah yang dahsyat di Masjid Shuwailih, kota Oman. Beliau memiliki lebih dari 30 karya buku terkait Hukum Islam, Siroh Nabawiyah, Politik Islam, Gerakan Islam. Syekh DR. Abu Faris memiliki ilmu syari’ah yang mendalam sehingga menyebabkan Beliau pantas mengeluarkan fatwa-fatwa syar’iyah. Beliau juga sangat terkenal kemampuan penguasaan pemahaman Al-Qur’an dan tafsirnya.

sumber: http://eramuslim.com/manhaj-dakwah/fikih-musyarakah/tujuan-tujuan-umum-harakah-islamiyyah-4.htm

Semangat Dakwah yang Terus Menyala


Oleh M. Arif As-Salman

Dakwah baginya tidak mengenal tempat, ruang dan waktu. Dimana kaki dipijak, dimana nafas dihirup disana amar ma`ruf harus ditegakkan. Tidak ada waktu yang terlewat kecuali harus diisi dengan dakwah ke jalan Allah SWT. Hal itulah yang selalu saya tangkap dari Abu Muhammad. Api semangat dakwah seolah tidak pernah padam menyala dalam jiwanya.

Hari itu bakda shalat maghrib di mesjid samping apartemen saya, dia menelpon saya. Mengabari saya tentang rencana silaturahmi ke rumah seorang saudara fillah di kawasan Hay Tsamin. Saat itu saya juga ada tamu di rumah. Satu sisi saya merasa agak keberatan untuk mengiyakan ajakannya karena beberapa hal. Namun di sisi lain hati saya seolah mendorong saya untuk menyambut baik ajakan itu. Setelah berbincang sesuai keperluan, sang tamu minta izin karena ada satu keperluan lain ke rumah temannya di kawasan Tajammuk Awwal.

Saat turun dari apartemen ia kembali menelpon saya, memberitahukan untuk bertemu di halte Musallas dan dari sana naik tramco ke Hay Tsamin. Tidak berapa lama kemudian saya bertemu dengan Abu Muhammad dekat halte Musallas. Saya mendapati dia dengan dua orang laki-laki. Satu orang bernama Abu Faiz dari Thailand dan satu lagi bernama Muslim -nama samaran- dari Sumatera.

Setelah sampai di halte Musallas, kami menyeberang jalan. Di seberang jalan kami menunggu mobil tramco lewat jurusan Hay Tsamin. Cukup lama kami menunggu mobil tramco. Tapi tak kunjung datang. Sampai akhirnya azan isya berkumandang di mesjid Al-Faruq yang terletak di dekat halte Musallas. Mobil tramco tak juga datang.

"Kita harus sampai di Hay Tsamin sebelum shalat isya didirikan," ucap Abu Muhammad.
"Shalat lebih utama untuk kita jaga tepat waktu, jangan sampai kita masbuq," lanjutnya.

Akhirnya kami berempat sepakat untuk naik taxi demi mengejar takbir pertama bersama imam. Beberapa taxi lewat. Abu Faiz mencoba melambaikan tangan sebagai isyarat untuk menghentikan satu taxi. Setelah ada kesepakatan harga dengan sopir akhirnya kami menaiki taxi tersebut.

Dalam perjalanan dengan taxi Abu Muhammad tidak tinggal diam. Ia berbicara pada sopir taxi tentang ajakan-ajakan pada jalan Allah, semangat untuk meningkatkan ibadah. Mengenal Allah dan menjadikan hidup ini senantiasa dalam ketaatan. Sopir taxi terlihat merespon baik perkataan Abu Muhammad. Saya hanya mendengarkan saja dan menguatkan kebenaran yang disampaikan. Tak sampai sepuluh menit taxi yang kami tumpangi telah sampai di tujuan. Kami meminta sopir taxi untuk berhenti di halaman mesjid Riyadus Solihin.

Pada saat ingin membayar ongkos kami semua berebut untuk membayar, tapi ternyata Abu Muhammad telah menyiapkan uangnya terlebih dahulu untuk membayar ongkos taxi. Akhirnya beberapa orang merasa sedikit kecewa karena kalah duluan dari Abu Muhammad dalam kebaikan.

Sopir taxi sepertinya ingin melanjutkan perjalanannya mencari penumpang yang lain. Abu Muhammad seolah paham akan hal itu. Ia pun tidak tinggal diam, ia dekati si sopir lalu mengajaknya untuk shalat dahulu di mesjid baru kemudian melanjutkan mencari penumpang.

"Yuk kita shalat dulu," ajak Abu Muhammad.

"Gimana ya, saya shalat nanti saja," jawab sang sopir.

"Apa anda bisa menjamin anda masih hidup setelah lima menit ke depan? Andaikan malaikat maut datang menjemput sedang anda belum shalat, bagaimana?"

"Iya, tapi.."

"Ayolah saudaraku, shalat itu lebih utama didahulukan, dunia itu tidak akan kemana. Setelah shalat anda bisa kembali melanjutkan pekerjaan," sahut Abu Muhammad tak mau kalah.

"Baiklah. Betul apa yang telah anda katakan. Terima kasih telah mengingatkan saya," jawab sopir seraya bersiap ke luar taxi untuk ikut shalat di mesjid.

Dalam hati saya merasa iri pada Abu Muhammad, ia telah berhasil mengajak satu orang pada kebaikan yakni shalat berjamaah di mesjid. Terbayang bagi saya berapa pahala yang akan mengalir ke dalam lembaran amalnya. Setiap kaki yang dilangkahkan dan pahala shalat berjamaah di mesjid sopir taxi itu juga akan dicatat dalam lembaran amal baiknya. Apa yang dilakukan Abu Muhammad bagi kami bukanlah hal yang baru, sopir taxi itu adalah laki-laki yang entah sudah keberapa berhasil ia ajak shalat di rumah Allah.

Begitulah semangat dan kobaran dakwah yang memancar dari dalam jiwanya. Kecintaannya pada agama ini benar-benar ia wujudkan dalam perbuatan, tidak hanya sebatas kata-kata dan teori belaka, tapi betul-betul ia aplikasikan dalam kesehariaannya. Ia juga adalah seorang laki-laki penebar salam. Setiap berjumpa dengan orang lain ia selalu mendahului mengucapkan salam. Baik ia kenal ataupun tidak. Saya sendiri banyak belajar dari beliau.

Usai shalat kami diajak ke kedai ashir -menjual juice buah-buahan. Disana kami ditraktir minum segelas air tebu oleh Abu Muhammad. Masya Allah, jiwa ikram-nya begitu tinggi. Tidak mau kalah berbuat baik dari orang lain. Memang demikianlah yang Allah perintahkan, "Berlomba-lombalah kalian dalam kebaikan."

Usai meminum segelas air tebu kami menuju rumah yang dimaksud. Tuan rumah menyambut kedatangan kami dengan penuh rasa gembira dan bahagia. Kami dipersilahkan masuk. Memasuki rumah yang cukup sederhana. Setelah berbincang dengan kami tak berapa lama, tuan rumah minta izin sebentar membuatkan minuman. Kami pun asyik dengan perbincangan di antara kami.

Setelah minuman dan makanan ringan terhidangkan, tuan rumah mempersilahkan kami menyantapnya. Di sela-sela itu, Abu Muhammad berbicara tentang mengenal Allah, mengikuti sunnah Rasul dan menjadikan beliau sebagai teladan kita dalam segala hal, mengingat mati yang datang kapan saja, dan menyiapkan diri untuk bertemu Allah di akhirat nanti.

Kata-kata yang ia keluarkan umpama cahaya yang menerangi kegelapan. Kata-kata itu begitu ber-ruh, mampu menggerakkan hati dan menggugah jiwa. Kata-kata yang sanggup memompa semangat yang melemah. Kata-kata yang menyuburkan benih–benih keimanan dalam hati.

Waktu terus berlalu. Tak terasa kami sudah hampir satu jam berada di rumah itu. Ketika kami ingin minta izin pulang, tuan rumah mencegah.

"Makan dulu ustadz, saya sudah siapkan menu seadanya," ucapnya sambil menyiapkan piring dan menghidangkan lauknya.

"Kami sudah mau pulang ni ustadz, " sahut Abu Muhammad.

"Makan sebentar saja kok, ustadz. Lagian kami juga ingin memuliakan tamu."

Akhirnya kami menyambut niat baik tuan rumah, dan menyantap menu yang telah dihidangkan tuan rumah.

Setelah makan, dan sedikit ngobrol akhirnya kami minta izin pulang ke rumah. Tuan rumah seperti agak keberatan mengizinkan kami pulang. Ia berharap kami masih disana. Tapi Abu Muhamad memberikan pengertian bahwa beberapa orang dari kami juga ada keperluan yang lain.

Kami kembali menunggu mobil, menuju ke Hay Asyir di halte Hay Tsamin. Beberapa mobil yang lewat tidak menuju Hay Asyir. Akhirnya kami sepakat untuk naik taxi lagi. Itu karena satu orang dari kami telah ada janji dengan temannya dan ia harus cepat sampai di rumah.

Dalam perjalanan pulang dengan taxi Abu Muhammad kembali menggencarkan dakwahnya. Kalimat-kalimat dakwahnya membara bagai api yang menyala-nyala. Begitulah, ketika seseorang telah begitu cinta pada Allah, rasul-Nya dan pada agamanya, tak ada lagi rasa gentar dan takut untuk menyebarkan dakwah islam dimana saja dan kapan saja. Akhirnya perjalanan pulang malam itu juga penuh dengan untaian kata-kata yang membangkitkan semangat keimanan.

Saya bersyukur diajak ikut silaturahmi pada hari itu. Banyak sekali hikmah dan kebaikan yang saya dapatkan. Mengenal dan dekat dengan orang-orang soleh memang selalu memberikan nilai dan kesan yang baik dan positif dalam diri kita. Melihat wajah mereka saja mampu membangkitkan semangat beramal. Mendengarkan kata-kata mereka mampu melecut diri untuk lebih giat dalam ketaatan.

NB: Silaturahmi dalam cerita di atas kami lakukan sekali dalam sepekan, setiap hari Senin, bakda shalat maghrib, dalam rangka saling mempererat ikatan ukhuwah islamiyah diantara kaum muslimin dan juga sebagai sarana saling mengingatkan pada kebaikan. Kisah di atas adalah kisah nyata. Ada sedikit penambahan yang penulis masukkan untuk menjadikan cerita lebih mengalir dan enak dibaca. Semoga ada pelajaran yang bisa dipetik, insya Allah.

Salam ukhuwah,

marif_assalman@yahoo.com This e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it

Sumber : eramuslim.com

Di Manakah Negarawan Sejati Itu?


Gemuruh momentum pesta demokrasi “pemilu 2009” semakin menggema di seantero pelosok negeri tercinta ini. Beribu-ribu para politisi berlomba-lomba sesumbar janji-janji perubahan terhadap bangsa ini. Tanpa menyakini apakah memang janji-janji tersebut akan mereka tepati. Pemilu, sebuah ironi yang tak ubahnya hanya sebuah obral murah janji-janji para politisi terhadap manyarakat. Atau lebih tepatnya mungkin menjual sebungkus nasi omong kosong dari para pedagang curang.

Sebuah fenomena sikap yang memperihatinkan dari para elit politisi diatas sana baru-baru ini terkait dalam pesta demokrasi ini. Dimana suatu sikap yang saling mencela, menghina, menuduh ataupun sikap negatif lainnya antara politisi yang satu dengan yang lainnya. Parahnya lagi sikap negatif tersebut dipublikasikan untuk konsumsi public yang disajikan dalam setiap kampanye politisi tersebut dalam partainya. Suatu sikap yang menurut saya “Bodoh”, karena justru menanamkan pendidikan politik”urakan pada masyarakat yang justru tidak akan menyelesaikan masalah bangsa ini. Malahan akan menyebabkan disintegrasi bangsa tercinta ini semakin melebar. Sebagaimana penyakit akut kangker yang ada dalam tubuh ini. Secara harfiyah politisi yang seperti itu berarti tidak paham terhadap permasalahan yang mendera bangsa ini. Kita tidak membutuhkan politisi yang hanya mementingkan dan merasa bahwa golongannya paling benar.

Jikalau kita “flash back” terhadap sejarah yang telah menimpa bangsa ini maka kita akan melihat disana sebuah kisah keteladanan yang menurut saya sangat luar biasa. Kita mungkin mengenal seorang M. Natsir dan Kasimo. M. Natsir merupakan salah seorang dari kelompok sebut saja “politisi muslim”. Sedangkan Kasimo merupakan salah seorang dari “politisi non islam”(baca: nasrani). Terdapat sebuah kisah menarik dari kedua politisi tersebut. Ketika dalam sidang BPUPKI dalam rangka terkait penentuan sebuah ideologi Negara Indonesia, kedua terjadi sebuah perdebatan yang sangat keras. Namun ketika di luar sidang tersebut justru mereka tampak sebagai seorang sahabat yang sangat akrab. Bahkan suasana keakraban tidak hanya diantara mereka tetapi juga sampai diantara keluarganya. Sebuah sikap yang menurut saya sangat langka pada saat sekarang ini. Mereka adalah seorang negarawan bukan politisi karena menempatkan kepentingan bangsa diatas kepentingan pribadi. Serta sadar bahwa perbedaan bukanlah sebuah permusuhan dan bersama-sama untuk membangun bangsa ini.

Seorang negarawan adalah seorang yang dapat menghimpun bersama untuk menyatukan semua golongan dalam menghadapi dan menyeselaikan permasalahan bangsa ini. Jikalaui politisi adalah seorang yang hanya mementingkan dan merasa kelompoknya paling benar. Merasa dapat menyelesaikan permasalahan bangsa ini hanay dengan kelompoknya. Padahal permasalahan yang mendera bangsa ini harus kita selesaikan bersama.Yang menjadi pertanyaan besar sekarang apakah sosok negarawan sejati sebagaimana yang telah digoreskan dalam lembaran sejarah tersebut muncul pada saat ini? Ditengah hingar bingar pesta demokrasi ini tentu kita sangat berharap sosok tersebut akan muncul dalam pemilu tahun ini. Tapi dengan melihat realita sekarang ini dengan budaya mencela dari para elit politisi, kayaknya sangat jauh dari dari sosok negarawan sejati. Yang ada adalah politisi sejati, sang pemilik kepentinangan kelompok abadi.

Wahai engkau negarawan sejati! Kapankah engkau akan muncul menyelamatkan kami yang sudah bosan dengan nasib bangsa ini? Serta terjerat oleh para politisi terkutuk sejati yang tidak pernah lelah menghisap bangsa ini.

Pendidikan, antara Idealita dan Realita

Oleh: Wiharyato Oktiawan*
Pendidikan adalah hak dan kewajiban setiap warga negara.
Konsep pendidikan sebagai hak setiap warga negara sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak ditetapkannya UUD 1945. Walaupun sampai hari ini, kita masih mencari-cari atau bertanya-tanya wujud dari hak tersebut. Sejauh mana hak itu kita dapatkan?
Dalam konsep Islam dikatakan ‘attarbiyah madal hayah’, bermakna pendidikan itu adalah sebuah keniscayaan yang dibutuhkan sepanjang hidup manusia. Bahkan begitu pentingnya pendidikan dalam hidup manusia, sehingga rosulullah saw mengatakan ‘setiap bayi yang lahir ke dunia ini dalam keadaan fitrah. Maka orang tuanyalah yang menjadikan dia seorang nasrani, majusi atau seorang muslim.’ Dalam konteks hadist ini dapat kita artikan bahwa pendidikan sangat menentukan kemuliaan dan kebahagiaan manusia di dunia maupun di akhirat.
Mengapa pendidikan sedemikian urgen? Manusia akan mencapai peradaban yang tinggi dengan ilmu, dan Alloh juga meninggikan bebera derajat orang beriman lagi berilmu (al Mujadilah 11).Selain itu, martabat bangsa dapat diwujudkan jika mutu penyelenggaraan pendidikan menjadi prioritas.
Kesadaran akan pentingnya mutu pendidikan sungguh merupakan tantangan yang tidak ringan. Jikalau kita baru berpikir bahwa kita harus berubah, sesungguhnya kita sudah terlambat untuk itu. Oleh karenanya permasalahan ini harus segera diatasi. Mutu pendidikan yang terpuruk di negeri ini harus kita tekan. Setiap orang yang ada di republik ini memiliki tanggung jawab besar terhadap mutu pendidikan yang dimulai dari proses pendidikan itu sendiri dan berakhir pada hasil pendidikan yang dicapai.
Berbicara mengenai mutu pendidikan sebenarnya kita membicarakan tentang dua sisi yang sangat penting yaitu proses dan hasil. Mutu dalam “proses pendidikan” melibatkan berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan pengajar), sarana prasarana pendidikan, dukungan administrasi, berbagai sumber daya dan upaya penciptaan suasana yang fair dan nyaman untuk belajar. Mutu dalam konteks “hasil pendidikan” mengacu pada prestasi yang dicapai pada setiap kurun waktu tertentu. Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil ujian kemampuan akademis (nilai IPK). Dapat pula berupa prestasi di bidang lain seperti cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya: komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi pendidikan dapat berupa kondisi sikap mental seperti suasana disiplin, keramahtamahan, keakraban, saling menghormati, kebersihan, toleransi, dan sebagainya. Agar proses pendidikan dapat bermutu dan tepat sasaran, maka mutu dalam artian hasil (ouput) harus dirumuskan lebih dahulu.
Pendidikan secara menyeluruh (kaffah) akan menghasil peningkatan tiga hal yaitu pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill) dan sikap mental (attitude). Namun, saat ini keberhasilan pendidikan hanya dilihat dari perubahan kemampuan akademis semata. Kelulusan seseorang hanya ditentukan oleh hasil ujian sesaat. Anak-anak SMP dan SMA bisa lulus jika nilai mata pelajaran ujian nasionalnya (SMP 4 mata pelajaran dan SMA 6 mata pelajaran) di atas standar yang ditetapkan yaitu 5. Sungguh ironis jika keberhasilan/kelulusan hanya dilihat dari nilai-nilai ini. Sama sekali tidak ada penghargaan buat kemampuan yang lain baik berupa ketrampilan/skill maupun sikap mental/attitude. Sangatlah wajar jika ada seseorang pemerhati pendidikan berkomentar,”Jika David Beckham lahir dan tinggal di Indonesia, tidak mungkin jadi pesepakbola handal dan terkenal seperti sekarang”.
Pada perguruan tinggi (PT), kondisinya juga tidak jauh berbeda. Keberhasilan mahasiswa hanya dilihat dari perubahan kemampuan akademis semata, bahkan lebih parahnya orientasi pendidikan hanya dilihat dari nilai yang diperoleh (IPK). Dan Demi nilai yang baik, sering mahasiswa menghalalkan segala cara dengan berbagai bentuk kecurangan. Dengan kondisi seperti ini, sangatlah wajar, jika pendidikan juga akan melahirkan koruptor dan penipu ulung.
Alhamdulillah, paradigma pendidik tinggi sudah mulai berubah. Tidak lagi Lecture Center Learning, tetapi Student Center Learning. Mahasiswa menjadi subyek pembelajaran. Dia harus aktif untuk mencapai peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan sikap mental. Keberhasilan bisa dinilai mulai awal sampai akhir, tidak berdasarkan ujian sesaat berupa UTS dan UTS. Namun keberhasilan metode ini ditentukan keseriusan semua elemen yang ada baik para pelaku (dosen dan mahasiswa) maupun sarana prasarana penunjang seperti perpustakaan, laboratorium dan media komunikasi/internet. Dan mari kita renungkan ungkapan dari Howard Gardner bahwa, “Bukan seberapa cerdas Anda, tetapi bagaimana Anda menjadi cerdas!”
Pendidikan adalah hak dan kewajiban setiap warga negara, sehingga semua anak di republik ini memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan, tidak tergantung tingkat ekonomi. Pendidikan gratis adalah sesuatu seharusnya, meskipun saat ini baru sampai pada tingkat SMP negeri (bukan swasta dan negeri bertaraf internasional). Namun, kondisi ini jauh berbeda dengan perguruan tinggi yang berlomba-lomba jadi BHMN atau BLU. Proses penerimaan juga tidak hanya SNMPTN (dulu UMPTN) tapi lewat UM (bahkan prosentase penerimaan lebih besar) dan tentu dengan biaya masuk lebih besar (UM 1 Undip sumbangan manajemen minimal 15 juta). Untuk jurusan favorit tentu biayanya lebih besar seperti kedokteran bisa ratusan juta. Jika kondisi ini terus berjalan, sangatlah mungkin nantinya PT unggulan hanya akan diisi oleh anak-anak orang kaya. Investasi bidang pendidikan memang memerlukan dana yang besar dan waktu yang lama, tetapi seharusnya merata dan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Dan dengan pendidikan akan menuju pada kehidupan yang lebih baik.


*penulis merupakan dosen Teknik Lingkungan UNDIP

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Design Blog, Make Online Money