Konsolidasi Akbar tentang Tarif Tunggal

Konsolidasi Akbar Tarif Tunggal bersama Aliansi seluruh Fakultas dan  Elemen Gerakan Mahasiswa UNDIP diadakan hari Rabu Sore, 30 Mei 2012 pukul 15.30 WIB. Konsolidasi yang diadakan di Bunderan WP Undip ini merupakan kegiatan untuk mengumpulkan pendapat para mahasiswa mengenai berita Tarif Tunggal Universitas yang akan diketuk palu/ disahkan hari Sabtu tanggal 2 Juni 2012.
Ketika masing-masing perwakilan ditanya pendapat masing-masing, kebanyakan menjawab tidak setuju jika tarif tunggal tersebut jadi diberlakukan di Undip tahun ini. Karena jika dihitung-hitung perbandingan antara tarif lama dengan tarif tunggal, akumulasi biaya tarif tunggal lebih mahal 2 kali lipatnya bahkan lebih. Seandainya memang jadi disahkan, mereka menuntut diturunkannya biaya pendidikan per semester.
Info terbaru dari PR II adalah disahkannya Tarif Tunggal se-Indonesia akan dilaksanakan pada Hari Sabtu, 2 Juni 2012 di Bandung dengan ketentuan seluruh PTN di Indonesia diharuskan menerapkan sistem tarif tunggal, dan nominal tarif dikembalikan pada Universitas masing-masing. Untuk sementara Undip menentukan tarif sekitar Rp 7juta/semester untuk FT, FE. Untuk FK Rp. 20juta/semester. Itulah ketentuan tarif sementara dan masih bisa naik/turun.
Dari konsolidasi ini diharapkan mahasiswa UNDIP panaskan isu, kemudian membangun aliansi dengan mahasiswa Universitas Negeri di seluruh Indonesia untuk menolak bersama penerapan tarif tunggal yang mahal. Kemudian sikap nyata mahasiswa Undip dengan mengoptimalkan semua massa dari mahasiswa Undip dengan tuntutan sebagai berikut:
a.    Pernyataan sikap rektor yang jelas dan pro mahasiswa
b.    Mahasiswa mengajukan MOU/Pakta Integritas dengan isi “Menolak Tarif Tunggal atau negosiasi harga tarifnya dan atau minimal menunda untuk tahun ini.
c.    Kejelasan Landasan Hukum untuk penerapan Tarif Tunggal tersebut.
d.    Melakukan booming isu melalui media-media sosial ke seluruh kawan-kawan di seluruh Universitas di Indonesia dengan hastag #TolakTarifTunggal
Itulah hasil konsolidasi akbar oleh mahasiswa dan elemen gerakan Mahasiswa Undip. HIDUP MAHASISWA!!!


Madza Ya'ni Intimaai Lil Islam (apa artinya saya menganut islam) - Syaikh Fathi Yakan


Penulis : Syaikh Fathi Yakan
Bahasa : Melayu
Judul Asli : Madza Ya'ni Intimaai Lil Islam
Format : PDF
Ukuran : 906 kB

Review :

Bahagian pertama buku ini bertajuk "Apa Ertinya Saya Menganut Islam" membentangkan sifat-sifat penting yang wajib ada pada seseorang bagi membolehkan ia menjadi seorang Muslim dalam erti kata yang sebenarnya.

Penggabungan diri dengan agama Islam bukanlah secara warisan, bukan secara hobi malah ia juga bukan penggabungan secara zahir sahaja. Sebenarnya penggabungan yang dimaksudkan ialah penggabungan dengan ajaran Islam itu sendiri dengan cara berpegang teguh dengan seluruh ajaran Islam serta menyesuaikan diri dengan Islam di segenap bidang kehidupan dengan penuh kerelaan.

Seterusnya kami akan menerangkan secara ringkas sifat-sifat yang wajib dimiliki oleh setiap muslim untuk memastikan penggabungan dengan agama ini merupakan penggabungan yang sah dan benar.



Download e-book : disini

Password : kammiteknikundip

FIQH PRIORITAS - Dr. Yusuf Qardhawi

Fiqih Prioritas karangan Yusuf Qardhawi ini memberikan solusi terhadap tidak adanya keseimbangan -dari sudut pandang agama- dalam memberikan penilaian terhadap perkara-perkara, pemikiran, dan perbuatan; mendahulukan sebagian perkara atas perkara yang lain; mana perkara yang perlu didahulukan, dan mana pula perkara yang perlu diakhirkan; mana perkara yang harus diletakkan dalam urutan pertama, dan perkara mana yang harus diletakkan pada urutan ke tujuh puluh pada anak tangga perintah Allah dan petunjuk Nabi SAW.

Sesungguhnya, potensi umat Islam, sangat besar. Hanya saja, masih sering terjadi disalokasi potensi akibat tidak adanya pemahaman mengenai prioritas amal perbuatan. Dr. Yusuf Qardhawi dalam bukunya ini membantu kita bagaimana merumuskan prioritas amal perbuatan. Setiap muslim, khususnya yang aktif dalam organisasi keislaman, selayaknya membaca gagasan-gagasan Dr. Yusuf Qardhawi yang tertuang dalam buku ini.

Download  ebook       : disini
Password                     : kammiteknikundip

Refleksi Kebangkitan Nasional


Oleh : Putri Mariasari Sukendar- Staff Kastrat 2012


Hari itu putra putri bangsa terpanggil untuk mulai bergerak memikirkan kebangkitan bangsa ini. Bergerak untuk memperbaiki sistem-sistem yang merugikan dan merusak negeri kita tercinta ini. Diawali 104 tahun yang lalu dengan lahirnya Budi Utomo tepatnya pada 20 Mei 1908 dan kita kenal sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Itulah titik tolak di mana Indonesia dituntut untuk bangkit dari keterpurukan serta kemelaratan di tengah derita penjajahan asing yang tidak pernah membuat kemajuan konkret.
Akankah perjuangan panjang para pahlawan untuk meraih  kemerdekaan ini akan berakhir sampai di sini? Dan apakah Indonesia sudah bangkit dari keterpurukan dan kemelaratan atau justru kembali ke masa lalu?
Fakta yang ada justru membuat kita miris dan keluh untuk mengatakan Indonesia bangkit, Indonesia semakin bangkit !! 
            Yang patut kita garis bawahi bahwa Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah berupa cadangan minyak bumi yang mencapai 8,6 miliar barel dengan tingkat produksi kurang lebih 400 juta pertahun. Sementara cadangan gas bumi mencapai 185.8 triliun kaki kubik dengan tingkat produksi kurang lebih 3 triliun kaki kubik pertahun. Selain itu masih banyak potensi mulai dari budaya, seni , wisata alam, dll.
Namun sungguh ironi,  semua itu justru dijadikan  kesempatan  oleh para prestisius high controll sebagai momentum awal untuk memperkaya diri, mepertahankan eksistensi diri, dan meraih kedudukan yang setinggi-tingginya. Atau justru kita sendiri tidak bisa mempertahankan apa yang sudah menjadi karunia atas apa yang kita miliki. Sehingga begitu mudah negara-negara lain  dan faktanya negara tetangga mengklaim budaya seni, serta karya-karya indonesia menjadi milik mereka.
Haruskah kita tidak peduli dan diam saja? Atau bahkan kita tidak tahu? Atau pura-pura tidak tahu?
Jawabannya ada pada  diri kita. Karena kitalah yang paham akan kontur kebangkitan di negeri ini. Sekarang adalah saatnya untuk berkarya serta mengedepankan  kreativitas dan inovasi, sehingga mampu melahirkan solusi-solusi yang elegan yang pada akhirnya dapat mengembalikan independensi negeri ini. Sudah saatnya kata bangkit bukan hanya sekedar slogan saja. Dan semoga tidak hanya setiap tanggal 20 Mei saja kebangkitan ini dirasakan, tetapi akan selalu kita lakukan setiap detik dalam kehidupan kita. Ingatlah kawan, inisiasi perubahan untuk kebangkitan bangsa merupakan suatu keniscayaan dari suatu kejayaan peradaban.

Melucuti Jejak Asing di Negeri Sejuta Mimpi


John Perkins dalam bukunya “Confessions of an Economic hit man” (2004) mengaku, bahwa selama 30 tahun ia menjadi “ekonom pembunuh bayaran” di NSA (National Security Agency), AS. Tugas Perkins adalah menganalisa bagaimana cara menghancurkan perekonomian negara-negara berkembang dan miskin. Salah sau caranya, meminjamkan uang miliaran dolar kepada negara-negara tertentu sehingga mereka tak mampu mebayarnya. Jika sudah terjepit baru, negara-negara tersebut diperas perekonomiannya.
            Terbukti, dizaman orde baru, Indonesia mendapatkan pinjaman yang besar didikte As dari IMF, Bank Dunia, IGGI (CGI), dan lembaga keuangan barat lainnya. Alhasil peinjaman tersebut malah membelenggu Indonesia sendiri, karena tak mampu membayarnya. Dari sanalah, lalu masuk konsep perdagangan bebas dan liberalisasi ekonomi. Dalam kondisi Indonesia yang “tak mampu bayar hutang”, negara-negara besar menekan Indonesia untuk menjual aset-aset negara yang “kinclong”. Maka melayaglah aset negara yang strategis di antaranya Indosat dan perbankan nasional.
            Dunia tahu, Indonesia adalah negeri gemah ripah loh jinawi (subur makmur). Negeri ini bukan hanya kaya minyak, gas, bauksit, batu bara, emas, perak, perunggu, dan ribuan barang tambang lainnya, tapi juga melimpah potensi kelautan, pertanian, dan hutannya. Namun, ironi, di tengah berjibu (tumpukan) kekayaan sumber daya alam tersebut, rakyat Indonesia masih menjadi kuli, bahkan hidup melarat di negeri sendiri.
            Tahukah kawan-kawan, UUD 45 Pasal 33 yang menyatakan, bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tak ubahnya seperti kertas yang menawarkan mimpi-mimpi kosong. Negeri ini katanya tanah surga, tak lebih hanya mitos belaka. Karena, realitasnya, secara ekonomi dan politik, bangsa ini tunduk dan tak kuasa melawan cengkraman asing dari segala sektor. Akibatnya rakyat Indonesia tetap miskin.
            Menurut pengamat politik, kadep kastrat KAMMI, Ihsan hidayat, intervensi asing dimulai dari pembentukan perundang-undangan sampai pada penguasaan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Kita ambil sempel, penyusunan Undang-undang tentang minyak dan gas. Hal ini dibuktikan dengan adanya dokumen-dokumen semacam radiogram (telex) dari Washington kepada Kedubes AS di Indonesia pada waktu itu J Stapleon Ray. Dalam dokumen tersebut tertulis, “Naskah RUU Minyak dan gas diharapkan dikaji ulang parlemen Indonesia pada bulan januari.” Imbuh Ichsanuddin Noorsy.
            Kasus yang sama juga terjadi pada saat pembentukan Undang-undang kepailitan. Seperti diketahui, yang sangat menekankan UU Kepailitan pada saat itu adalah IMF dan kreditor asing. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 pun disusun tanpa pemenrintah dan DR menyadari adanya nuansa pengamanan pihak asing. Sungguh mencengangkan, begitulah refleksi reaksi pemerintahan yang terekam dalam sejarah Indonesia pada waktu itu.
            Lucunya, permasalahan muncul ketika pihak asing sendiri yang terkena undang-undang tersebut mengusulkan ratifikasi UU Kepailitan direvisi. Padahal mereka sendiri yang membuat. Kasus yang menimpa Manulife dan Prudential. Menunjukan, neo-liberalisasi berbagai sektor strategis di negeri ini disiasati dengan pola yang sangat sistematis dan rapi.
            Ketika masyarakat negeri ini euporia dengan reformasi. Tercatat, berbagai UU primer telah diubah untuk memenuhi kebutuhan asing. Diantaranya, UU no.22/2001 tentang minyak dan gas bumi, pembuatannya di biayai oleh USAID dan World Bank sebesar 40 juta dolar AS. UU no.20/2002 tentang kelistrikan dibiayai oleh Bank Dunia dan ADB sebesar 450 juta dolar AS. UU no.7/2004 tentang sumber saya air, pembuatannya dibiayai oleh Bank Dunia sebesar 350 juta.
            Intervensi asing rupanya, tidak hanya terjadi pada UU migas, namun juga pada UU lainnya seperti UU Bank Indonesia, UU Mineral dan Batubara (Minerba), UU Perkebunan, UU Penanaman modal, sampai UU Penyiaran. Sehingga rakyat makin terjajah dan miskin, liberalisasi sektor energi ini dimulai ketika Bapak Pembangunan, Soeharto menyerahkan kedaulatan ekonomi Indonesia ke tangan IMF dan mulai terlihat di masa pemerintahan Megawati dan SBY. UU Migas misalnya, dibuat sengaja untuk menguasai sektor energi Indonesia mulai dari hulu (penetapan harga minyak) hingga ke hilir (pembuatan tabung gas, saat konversi dari minyak tanah ke gas).
            Dikuasai Asing
            Di sektor migas, 84 persen produksi (329 blok) yang dimiliki Indonesia kini dikuasai asing. Indonesia kian tergadaikan bila melihat luas lahan konsesi yang dikuasai asing untuk migas mencapai 95,45 juta hektar. Luas daratan seluruh Indonesia sendiri mencapai 192.257.000 hektar, sedangkan luas hutan Indonesia seluas 101.843.486 hektar.
            Jika ingin jujur, penyebab kelangkaan BBM adalah akibat orang tidak punya moral yang menduduki pemerintahan Indonesia. Ujungnya adalah ditetapkannya UU 22/2001 tentang minyak dan gas bumi yang sangat liberal. Pemerintah, melalui UU ini, lepas tanggung jawab dalam pengolahan migas. Dalam UU ini : (1) Pemerintah membuka peluang pengolahan migas karena BUMN Migas Nasional di privatisasi; (2) Pemerintah memberikan kewenangan kepada pihak asing maupun domestik untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi minyak; (3) Perusahaan asing dan domestik dibiarkan menetapkan harga sendiri.
            Di Indonesia 60 kontraktor migas milik asing, yakni : ExxonMobile (Blok Cepu dan Natura), Total Fina Elf, BP Amoco Arco, dan Taxaco (Menguasai cadangan minyak 70% dan gas 80%), lalu Conoco, Repsol, Shell (Inggris-Belanda), Unocal (AS), ENI (Italia) Santa Fe, Gulf, Premier, Lasmo, Inpex dan Japex (menguasai cadangan minyak 18% dan gas 15%; dan  perudahaan independen (menguasai cadangan minyak 12% dan gas 5%). Aset Indonesia yang dikuasai asing lainnya adalah Freeport (papua) dan Caltex di Riau. Hampir 90% minyak dan gas bumi Indonesia telah dikuasai asing. Tatkala harga minyak mentah dan gas dunia naik, semuanya dijual keluar negeri oleh perusahaan-perusahaan asing tersebut.
            Sektor lain akibat salah urus pemerintah adalah listrik. Byar-pet-nya (mati hidupnya listrik) PLN disebabkan oleh kelangkaan pasokan energi primer (batubara dan gas) di pembangkit-pembangkit yang ada. Krisis listrik dengan segala macam pencitraan negatif tentang PLN merupakan paket liberalisasi energi ini. PLN terus dicitrakan negatid dan tidak efisien. Dengan demikian, menurut UU Kelistrikan No.22/2002, maka arahan PLN akan di swastakan. Perlu diketahui, bahwa harga minimal sebuah pembangkit listrik adalah RP 5,5 triliun. Dengan harga sebesar itu, dipastikan yang akan membeli pembangkit tersebut adalah pihak swasta.
            Yang tak habis pikir, sektor budidaya mutiara di Indonesia saat ini didominasi oleh pihak asing (sekitar 90%), terutama australia dan Jepang.padahal pembudidayaannya relatid gampang. Sedikitnya pemain lokal mengembangkan budidaya mutiara adalah akibat kendala modal. Pasalnya, bank-bank enggan memberikan modal kepada investor lokal. Jelas saja, rakyat Indonesia sendiri sulit mengembangkan usaha di bidang pembudidayaan kerang Mutiara, karena susah mendapatkan kredit dari perbankan.
            Lebih mngejutkan lagi. Data departemen kelautan dan perikanan (DKP) menyebutkan, tahun 2006 jumlah kapal ikan berbendera asing yang diizinkan beroperasi di wilayah indonesia terutama Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) sebanyak 712 kapal. Kabarnya, sejak tahun 2005-2007, DDKP secara bertahap menghentikan izin-izin kapal asing dari negara pilipina, thailand, dan cina di perairan Indonesia. Bahkan, pemerintah telah mewajibkan perusahaan penangkapan ikan asing yang beroperasi di Indonesia untuk mendirikan industri pengolahan ikan di tanah air.
            Potensi laut yang tak kalah besarnya adalah jasa pengangkutan dan pengiriman barang melalui laut (forwarding) dan bisnis pengangkutan cargo melalui laut (Shipping). Di sektor ini lagi-lagi para operator kapal cargo Indonesia kalah bersaing dengan para forwarder asing. Ternyata 46,8% armada yang wira-wiri di perairan nusantara ini adalah armada asing.
            Di dunia perbankan, asingpun menjerat Indonesia. Menurut riset indef, per maret 2005, jika bank-bank yang dimiliki asing digabungkan, mereka ternyata menguasai 42,33 persen aset perbankan nasional. Nilai aset sebesar itu, jauh melebihi aset-aset bank yang berstatus BUMN. Celakanya, dominasi pihak asing itu tak hanya dalam jumlah aset perbankan, tetapi juga dalam penghimpunan dana masyarakat. Bukan main, selisih dana masyarakat antara BUMN dengan pihak asing selisih Rp 120,53 Triliun. Sebuah jumlah yang cukup besar di tahun 2005. Bagaimana dengan tahun ini ?
            Kebijakan Privatisasi
            Salah satu agenda globalisasi dan liberalisasi ekonomi yang diusung oleh IMF, Bank Dunia, Bank pembangunan Asia (ADB), AS dan negara-negara kapitalis lainnya adalah kebijakan privatisasi. Tujuan lainnya dalah penjajahan aset-aset negara. Bukan rahasia lagi, kebijakan privatisasi aset-aset negara Indonesia telah tertuang dalam dokumen milik Bank dunia yang berjudul : Legal Guidelines for Privatization Programs.
            Dari rezim ke rezim, aset-aset negara telah diperjualbelikan atas nama liberalisasi perdagangan...!!. masih segar dalam ingatan ketika  Indosat dijual ke perusahaan singtel singapura. Padahal indosat – perusahaan telekomunikasi yang punya palapa, satelit kebanggaan bangsa – jelas-jelas sehat dan menguntungkan. Jika Soekarno hidup, maka KAMMI mengutit pernyataanya ,” Inilah penjajahan gaya baru, neokolonialisme, yang harus dienyahkan dari bumi Pertiwi.”
            Privatisasi (penjualan) BUMN di Indonesia telah dilakukan sejak rezim orde baru. Pemerintah menjual 35% sahan PT Semen Gresik (1991), 35% saham PT. Indosat (1994), 35% saham PT.Tambang Timah (1995) dan 23% saham PT.Telkom, 25% saham PT.BNI (1996) dan 35% saham PT.Aneka Tambang (1997). Kebijakan privatisasi pada masa orde baru dilakukan untuk menutupi pembayaran hutang luar negeri (HLN) Indonesia yang jumlahnya terus membengkak.
            Pada tahun, 1998, rezim soeharto kembali menjual 14% saham PT. Semen Gresik pada perusahaan asing, cemex; 9,62% saham PT.Telkom; 51% saham PT Pelindo II kepada investor hongkong; dan 49% sahan PT.Pelindo III kepada investor Australia. Tahun 2001 pemerintah lagi-lagi menjual 9,2% saham Kimia Farma, 19,8% saham Indofarma, 30% saham Socufindo dan 11,9% saham PT.Telkom.
            Sangat mencengangkan. Bagaimana mungkin soeharto mendapatkan gelar “bapak pembangunan” yang notabenya akar liberalisme sektor ekonomi di Indonesia akibat dari keroposnya pemerintahan beliau. Hingga saat ini, akar-akar menjerat leher calon pemimpin indonesia, bukan hanya itu. Bahkan, pemikiran kitapun sudah tercengkram oleh neo-liberalisme bawaan barat.
            Sejak ekonomi Indonesia berada dibawah pengawasan IMF, indonesia di tekan untuk melakukan reformasi ekonomi – program penyesuaian struktural – yang didasarkan kepada kapitalisme-Neoliberal Reformasi tersebut meliputi : (1) Campur tangan pemerintah harus hilang; (2) penyerahan perekonomian indonesia pada swasta; (3) liberalisasi seluruh kegiatan ekonomi dengan menghilangkan segala bentuk proteksi dan subsidi; (4) memperbesar dan memperlancar arus masuk modal asing dengan fasilitas yang lebih besar.
Dalam program privatisasi, mantan mentri BUMN saat dia menjabat, Sofyan Djalil pernah beralasan, “Privatisasi BUMN dilakukan tidak untuk menjual BUMN, melainkan untuk memperdayakan BUMN, sehingga akan menjadikan BUMN lebih transparan dan Dinamis.” Kenyataannya privatisasi tidak seperti yang digambarkan pemerintah, yaitu bertujuan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam kepemilikan saham BUMN. Pasalnya, yang dimaksud masyarakat disini adalah \masyarakat khusus, yakni mereka yang punya uang (investor).
            Privatisasi terjadi karena pemerintah tidak memiliki kemampuan dalam megolah negara. Tidak aneh, setiap tahun pemerintah hanya dapat menjual aset negara dengan frontal. Akibatnya, kekayaan negara terus menyusut, otomatis menyusut pula lahan pangan untuk rakyatnya.
Pada tahun 2007, mantan wapres Jusuf Kalla mengemukakan bahwa dari 135 BUMN yang dimiliki pemerintah, jumlahnya diciutkan menjadi 69 di tahu 2009, dan 25 BUMN pada tahun 2015. Artinya, sebagian BUMN yang strategis akan dijual ke pihak swasta/asing. Bisa jadi, dimasa kita menjadi pemimpin bangsa atau umat, negara ini tidak punya BUMN 1 pun, bisa dibilang, Indonesia hanya punya lahan, tapi tak bisa diolah sendiri. PENJAJAHAN !!!!
Indonesian Corruption Wacth (ICW) membeberkan, bahwa privatisasi BUMN menjelang Pemilu sangat terkait dengan penggalian dana parpol. ICW mensinyalir, dalam rencana privatisasi BUMN tersebut terdapat agenda untuk mengumpulkan dana dalam rangka  Pemilu 2009. Tak bisa dipungkiri, BUMN bukan hanya bendahara negara saja, tetapi juga Bendahara Parpol yang berkuasa (Demokrat,PDIP,Golkar). Boleh jadi inilah yang mengakibatkan sejumlah parpol menunda-nunda pelaporan dana kampanye plus rekening ke KPU. Jangan-jangan ada aliran yang tak sehat.
KAMMI berkomitmen untuk terus memantau dan mengarahkan setiap kebijkan-kebijkan pemerintah yang tidak pro rakyat dan pro syari’ah. Bagaimana mungkin, Indonesia penduduk yang mayoritas muslim, mau diterapka UU Pernikahan sesama jenis ? atau UU kesetaraan gender yang didengungkan oleh orang-orang yang tidak tahu dampak kedepan. Hanya berpikir sesaat, tanpa harapan perbaikan. Yang terbaru RUU-PT, neoliberalisme dalam segi PENDIDIKAN !!!!!!. masihkan kita tinggal diam ??? jika pendidikan para tunas bangsa dipertaruhkan,??
Lebih dekat, Lebih bersahabat bersama KAMMI.

Sumber           :
1.      Undang Undang Dasar 1945
2.      Adhes Satria.Cengkaraman asing di negeri sendiri.

Lenyapnya Amanah


Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya : 'Apabila amanat telah disia-siakan, maka tunggulah kedatangan hari kiamat.' Abu Hurairah bertanya, Bagaimana menyia-nyiakannya itu, wahai Rasulullah ?. Beliau menjawab. Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah datangnya hari kiamat". (Shahih Bukhari, kitab Ar-Riqaq, Bab Raf'il Amanah 11: 333). Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bagaimana amanat itu dihilangkan dari hati manusia, hingga tinggal bekas-bekasnya saja.

Hudzaifah Radhiyallahu anhu meriwayatkan, katanya : "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan kepadaku dua buah hadits, yang satu telah saya ketahui dan yang satu masih saya tunggu. Beliau bersabda kepada kami bahwa amanat itu diturunkan di lubuk hati manusia, lalu mereka mengetahuinya dari Al-Qur'an, kemudian mereka ketahui dari As-Sunnah. Dan beliau juga menyampaikan kepada kami tentang akan hilangnya amanat itu, sabdanya :

"Artinya : Seseorang tidur, lantas amanat dicabut dari hatinya hingga tinggal bekasnya seperti bekas titik-titik yang berwarna. Lalu ia tidur lagi, kemudian amanat itu dicabut lagi hingga tinggal bekasnya seperti bekas yang terdapat pada telapak tangan karena digunakan bekerja, seperti bara api yang engkau gelincirkan di kakimu, lantas melepuh tetapi tidak berisi apa-apa. Kemudian mereka melakukan jual beli atau transaksi-transaksi, tetapi hampir tidak ada lagi orang yang menunaikan amanat. Maka orang-orangpun berkata. 'Sesungguhnya di kalangan Bani Fulan terdapat orang kepercayaan (yang dapat dipercaya)'. Dan ada pula yang mengatakan kepada seseorang. 'Alangkah pandainya, alangkah cerdasnya, alangkah tabahnya', padahal dalam hatinya tidak ada iman sama sekali meskipun hanya seberat biji sawi. Sungguh akan datang padaku suatu zaman dan aku tidak memperdulikan lagi siapa di antara kamu yang aku ba'iat. Jika ia seorang muslim, hendaklah dikembalikan kepada Islam yang sebenarnya ; dan jika ia seorang Nasrani maka ia akan dikembalikan kepadaku oleh orang-orang yang mengusahakannya. Adapun pada hari ini maka aku tidak memba'iat kecuali kepada si Fulan dan si Fulan". (Shahih Bukhari, Kitab Ar-Riqaq, Bab Raf'il Amanah 11:333, dan Kitab Al-Fitan, Bab Idza Baqiya Fi Khutsalatin Min An-Nasi 13:38).

Dalam hadits ini dijelaskan bahwa amanat akan dihapuskan dari hati sehingga manusia menjadi penghianat setelah sebelumnya manjadi orang yang dapat dipercaya. Hal ini terjadi pada orang yang telah hilang perasaan takutnya kepada Allah, lemah imannya, dan biasa bergaul dengan orang-orang yang suka berbuat khianat sehingga ia sendiri menjadi penghianat, seorang teman itu akan mengikuti yang ditemani.

Di antara gambaran hilangnya amanat itu ialah diserahkannya urusan orang banyak seperti urusan kepemimpinan, ke khalifahan, jabatan, peradilan, dan sebagainya kepada orang-orang yang bukan ahlinya yang tidak mampu melaksanakan dan memeliharanya dengan baik. Sebab menyerahkan urusan tersebut kepada yang bukan ahlinya berarti menyia-nyiakan hak orang banyak, mengabaikan kemaslahatan mereka, menimbulkan sakit hati, dan dapat menyulut fitnah di antara mereka. (Qabasat Min hadyi Ar-Rasul Al-A'zham Saw Fi Al-Aqa'id, halaman 66 karya Ali Asy-Syarbaji. Cetakan pertama 1398H, terbitan Darul Qalam, Damsyiq).

Apabila orang yang memegang urusan orang banyak ini menyia-nyiakan amanat, maka orang lain akan mengikuti saja segala kebijaksanaannya. Dengan demikian mereka akan sama saja dengannya dalam mengabaikan amanat, maka kemaslahatan (kebaikan) pemimpin atau penguasa merupakan kebaikan bagi rakyat, dan keburukannya merupakan keburukan bagi rakyat. Selanjutnya, menyerahkan urusan kepada orang yang bukan ahlinya merupakan bukti nyata yang menunjukkan tidak adanya kepedulian manusia terhadap Din (agama) mereka, sehingga mereka menyerahkan urusan mereka kepada orang yang tidak memperhatikan Din-nya. Hal ini terjadi apabila kejahilan telah merajalela dan ilmu (tentang Ad-Din) sudah hilang. Karena itulah Imam Bukhari menyebutkan hadits Abu Hurairah terdahulu itu dalam kitab Al-Ilm sebagai isyarat terhadap hal ini.

Ibnu Hajar berkata. "Kesesuaian matan (masalah akan lenyapnya amanat) ini dengan ilmu hingga ditempatkan dalam kitab Al-Ilm ialah bahwa menyandarkan urusan kepada yang bukan ahlinya itu hanya terjadi ketika kebodohan telah merajalela dan ilmu ( tentang Ad-Din) telah hilang. Dan ini termasuk salah satu pertanda telah dekatnya hari kiamat". (Qabasat Min Hadyi Ar-Rasul Al-A'zham Saw Fi Al-'Aqaid, hal. 66 oleh Ali Asy-Syarbaji, cet. pertama, 1398H, terbitan darul Qalam, Damsyiq).

Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberitahukan bahwa kelak akan datang tahun-tahun yang penuh tipu daya dan keadaan mejadi terbalik. Yaitu orang yang benar didustakan dan orang yang suka berdusta dibenarkan, orang yang dipercaya berkhianat, dan pengkhianat diberi amanat, sebagaimana akan dibicarakan haditsnya dalam pembahasan mengenai "Di antara tanda-tanda hari kiamat ialah dimuliakannya orang-orang yang rendah dan hina (dari segi Ad-Din dan ahlaknya)".

Berhati-hati dengan Waktu Luang




“Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling.” (Al-Hajj: 1)Maha Kuasa Allah yang menciptakan arena bumi sebagai sarana ujian. Kekayaan alam yang begitu melimpah. Sungai-sungai jernih yang melahirkan kehidupan. Hujan yang membangkitkan harapan. Dari situlah, hamba-hamba Allah membuktikan diri: apakah ia sebagai hamba yang konsisten atau dusta.

Ada baiknya berhati-hati dengan yang boleh. Tak ada yang tanpa batas di dunia ini. Karena sunnatullah dalam alam, semua tercipta dalam takaran tertentu. Dari takaran itulah, keseimbangan bisa langgeng. Termasuk keseimbangan dalam diri manusia.

Kalau keseimbangan goyah, yang muncul adalah kerusakan. Dalam diri manusia, ada tiga keseimbangan yang mesti terjaga: keseimbangan akal, rohani, dan fisik. Satu keseimbangan terganggu, seluruh fisik mengalami kerusakan.

Ketidakseimbangan bukan cuma dari sudut kekurangan. Berlebih-lebihan pun bisa memunculkan ketidakseimbangan. Termasuk dalam pemenuhan kebutuhan fisik dan psikis. Di antara urusan fisik adalah makan dan minum.

Allah swt. berfirman, “….makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Al-A’raf: 31)

Berlebih-lebihan dalam makan dan minum, walaupun halal, bisa memunculkan penyakit. Lebih dari lima puluh persen sumber penyakit berasal dari lambung. Karena itulah, Rasulullah saw. meminta kaum muslimin untuk mengerem makan. Dan cara yang paling bagus adalah dengan puasa. Beliau saw. mengatakan, “Berpuasalah, niscaya kamu akan sehat.” (Al-hadits)

Masih banyak hal boleh lain yang mesti pas dengan takaran. Di antaranya, hubungan seksual suami istri, tidur, dan juga bersantai.

Sayangnya, ada kecenderungan manusia senang bersantai. Sudah menjadi sifat dasar manusia memilih jalan yang gampang daripada yang sukar. Lebih memilih santai ketimbang banyak kerja. “Maka tidakkah sebaiknya ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar.” (Al-Balad: 11)

Santai pada timbangan yang proporsional memang bagus. Karena itu bermakna istirahat. Dari istirahatlah keseimbangan baru bisa lahir. Dengan istirahat, lelah bisa tergantikan dengan kesegaran baru.

Tapi, ketika santai tidak lagi proporsional, yang muncul hura-hura dan kemalasan. Orang menjadi begitu hedonis. Orientasi bergeser dari keimanan kepada serba kesenangan. Saat itu, santai tidak cuma menggusur jenuh, tapi juga kewajiban-kewajiban. Bisa kewajiban sebagai suami, anak, dan juga sebagai hamba Allah swt.

Di antara ciri orang beriman adalah berhati-hati dengan perbuatan yang sia-sia. Allah swt. berfirman, “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” (Al-Mu’minun: 1-3)

Rasulullah saw. mewanti-wanti para sahabat agar berhati-hati dengan waktu senggang. Beliau saw. bersabda, “Ada dua kenikmatan yang membuat banyak orang terpedaya yakni nikmat sehat dan waktu senggang.” (HR. Bukhari)

Ada banyak cara menggusur letih dan jenuh. Letih dan jenuh kadang tidak cuma bisa disegarkan dengan santai. Ada banyak cara agar penyegaran bisa lebih bermakna dan sekaligus terjaga dari lalai.

Para sahabat Rasul biasa mengisi waktu kosong dengan tilawah, zikir, dan shalat sunnah. Itulah yang biasa mereka lakukan ketika suntuk saat jaga malam. Bergantian, mereka menunaikan shalat malam.

Bentuk lainnya adalah bermain dengan istri dan anak-anak. Rasulullah saw. pernah lomba lari dengan Aisyah r.a. Kerap juga bermain ‘kuda-kudaan’ bersama dua cucu beliau, Hasan dan Husein. Dari sini, santai bukan sekadar menghilangkan jenuh. Tapi juga membangun keharmonisan keluarga.

Rasulullah saw. mengatakan, “Orang yang cerdik ialah yang dapat menaklukkan nafsunya dan beramal untuk bekal sesudah wafat. Orang yang lemah ialah yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan muluk terhadap Allah.” (HR. Abu Daud)

Dan harus kita sadari betul, ada pihak lain yang mengintai kelengahan kita. Pertarungan antara hak dan batil tidak kenal istilah damai. Tetap dan terus berlangsung hingga hari kiamat. Dari situlah, saling mengintai dan saling mengalahkan menjadi hal lumrah. Dan kewaspadaan menjadi hal yang tidak boleh dianggap ringan.

Pihak yang jelas-jelas melakukan pengintaian adalah musuh abadi manusia. Dialah iblis dan para sekutunya. Allah swt. membocorkan itu dalam firman-Nya. “Iblis mengatakan, ‘Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (Al-A’raf: 16-17)

Pihak lain adalah kelompok manusia yang tidak suka dengan perkembangan Islam. Mereka selalu mengintai kelemahan umat Islam, mengisi rumah-rumah umat Islam dengan hiburan yang melalaikan. Bahkan, mengkufurkan. Masih banyak upaya lain orang kafir untuk menghancurkan Islam.

Karena itu, berhati-hatilah dengan waktu luang. Kalau tidak bisa diisi dengan yang produktif, setidaknya, isilah dengan yang tidak melalaikan.


(Ditulis oleh: Mochamad Bugi)

Sahabat, Kurangi Mendengarkan Musik

Oleh: Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Kisah ini adalah kisah berharga yang kami tujukan bagi para penghafal Al Qur’an. Terserah ia adalah penghafal qur’an yang kaamil (sempurna), atau hanya 10 juz, 5 juz atau bahkan beberapa surat saja.

Ia adalah seseorang yang diberikan nikmat oleh Allah untuk menghafalkan Al Qur’an sejak kecil. Ia sudah menghafalkannya dengan tertancap mantap di dalam hati. Sampai katanya, ia tidak pernah melupakan satu ayat pun dalam bacaan dan hafalannya. Dan ini sudah dikenal oleh guru dan orang-orang sekitarnya.

Suatu waktu, ia berpindah ke negeri lain untuk bekerja. Di sana ia tinggal bersama beberapa orang ikhwan dan sahabatnya. Beberapa hari berlalu, beberapa temannya menyetel kaset yang berisi lagu-lagu sehingga ia pun mendengarnya. Pada awalnya, ia enggan memperhatikan musik tersebut. Bahkan ia sendiri menasehati teman-temannya akan terlarangnya musik tersebut. Namun apa yang terjadi beberapa waktu kemudian? Perlahan-lahan, ia terbuai dengan musik. Bahkan ia pun mendengar bagaimana senandung indah dari musik tersebut. Ia dan teman-temannya sampai mendengarkan musik tersebut sepanjang malam hingga datang fajar.

Hal di atas berlangsung selama tiga bulan lamanya. Setelah itu, ia kembali ke negerinya. Suatu saat ia shalat. Setelah membaca Al Fatihah, ia membaca surat lainnya. Apa yang terjadi? Ketika itu ia tidak mampu melanjutkan bacaan selanjutnya dari surat tersebut. Ia pun mengulanginya lagi setelah itu, ia pun tidak bisa melanjutkannya. Hingga ia menyempurnakan shalatnya. Setelah itu ia membuka mushaf Al Qur’an Al Karim dan mengulangi ayat yang tadi ia baca. Ia pun mengulangi bacaan ayat tadi dalam beberapa shalat. Yang ia dapati seperti itu lagi. Setiap kali ia mengulangi hafalannya, ternyata sudah banyak ayat yang terlupa.

Setelah itu ia pun merenung. Ia memikirkan bagaimana dulu ia adalah orang yang telah hafal qura’an dengan begitu mantap. Namun sekarang banyak yang terlupa. Ia pun akhirnya menangis tersedu-sedu. Ia kemudian menunduk pada Allah sambil menangis. Ia menyesali dosa, segala kekurangan dan kelalaian yang ia lakukan. Ia betul-betul menyesali bagaimana bisa lalai dari amanah Al Qur’an yang telah ia emban. Ia pun akhirnya menjauh dari sahabat-sahabatnya tadi. Ia kembali mengulang hafalan Qur’annya siang dan malam dalam waktu yang lama. Ia pun meninggalkan musik. Ia akhirnya benar-benar bertaubat pada Allah. Namun usaha dia untuk mengulangi hafalan saat itu lebih keras dari sebelumnya.

Benarlah kata penyair Arab:

Jika engkau diberi nikmat, perhatikanlah
Ingatlah bahwasanya maksiat benar-benar menghilangkan nikmat.
Perhatikanlah untuk selalu taat pada Rabb Al Baroyaa
Karena Rabb Al Baroyaa itu amat pedih siksa-Nya.
Benarlah kata Imam Asy Syafi’i:
Aku pernah mengadukan pada Waki’ tentang buruknya hafalanku
Maka ia pun menunjukiku untuk meninggalkan maksiat
Ia mengabarkan padaku bahwa ilmu adalah cahaya
Cahaya Allah tidak mungkin ditujukan pada orang yang bermaksiat[1]

Benar pula kata Ibnul Qayyim:

“Sungguh nyanyian dapat memalingkan hati seseorang dari memahami, merenungkan dan mengamalkan isi Al Qur’an. Ingatlah, Al Qur’an dan nyanyian selamanya tidaklah mungkin bersatu dalam satu hati karena keduanya itu saling bertolak belakang. Al Quran melarang kita untuk mengikuti hawa nafsu, Al Qur’an memerintahkan kita untuk menjaga kehormatan diri dan menjauhi berbagai bentuk syahwat yang menggoda jiwa. Al Qur’an memerintahkan untuk menjauhi sebab-sebab seseorang melenceng dari kebenaran dan melarang mengikuti langkah-langkah setan. Sedangkan nyanyian memerintahkan pada hal-hal yang kontra (berlawanan) dengan hal-hal tadi.”[2]

Semoga jadi renungan berharga bagi kita semua, pecinta Al Qur’an dan yang ingin menghafalkannya secara sempurna atau sebagiannya.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Prepared in the blessed morning, on 6th Muharram 1432 H (12/12/2010) in Riyadh, KSA
Muhammad Abduh Tuasikal

________
[1] Dibahasakan secara bebas dari Risalah “Kayfa Tahfazul Qur’an fii ‘Ashri Khutuwath”, hal. 33-34, Hasan bin Ahmad bin Hasan Hammam, Darul Hashnaroh
[2] Ighatsatul Lahfan, 1/248-249.
Artikel: www.rumaysho.com

HARDIKNAS: Apakah hanya peringatan?

Hari ini, 2 Mei 2012 merupakan salah satu tanggal yang termasuk 'Hari Keramat' di Indonesia (meminjam bahasa Bramma Aji Putra dalam sebuah buku). Biasanya waktu sekolah dulu, untuk memperingati hari-hari keramat ini, diadakan upacara khusus di Alun-alun kota bagi semua akademisi se-Kabupaten. Mulai dari anak-anak SD yang belum mengerti apa-apa sampai birokrat dari berbagai instansi pemerintah. Satu hal yang saya perhatikan, ternyata hampir sebagian besar peserta upacara itu mengobrol waktu upacara. Padahal itu merupakan upacara hari-hari keramat (dalam konteks ini saya sesuaikan dengan Hari Pendidikan Nasional).

Hari Pendidikan Nasional, diproklamirkan pada tanggal 2 Mei sesuai dengan tanggal kelahiran Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia. Beliau disebut sebagai Bapak Pendidikan Indonesia karena merupakan pelopor pendidikan bagi para pribumi ketika masa penjajahan Belanda. Ini menunjukkan bahwa dulu pun sudah ada yang menyadari pendidikan itu merupakan hal yang penting dan dibutuhkan, bukan hanya untuk kalangan bangsawan saja, melainkan untuk semua manusia di bumi ini. Perguruan Taman Siswa yang beliau dirikan merupakan salah satu perwujudan dari cita-cita luhur beliau untuk memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh pendidikan seperti yang dirasakan priyayi maupun orang-orang Belanda. Sungguh mulia cita-citanya untuk memperjuangkan nasib rakyat kecil agar bisa mengenyam pendidikan.

Saya menjadi miris ketika mengingat yang saya rasakan setiap tahunnya digelar upacara peringatan Hardiknas, resepsi malam puncak, pameran-pameran dan segala gegap gempita euforia pendidikan, tanpa ada perenungan, evaluasi atau apalah namanya mengenai keberjalanan sistem pendidikan di Indonesia. Sehingga, setiap tahunnya Hari Pendidikan hanyalah peringatan semata, dan esensi pendidikan sekarang hanyalah belajar di kelas dan  bagaimana mendapatkan nilai bagus ketika ujian. Padahal sejatinya, esensi pendidikan itu harus kita pahami sejak awal, karena merupakan basis dalam menentukan akan dibawa ke mana pendidikan Indonesia.

Sebenarnya dalam Undang-Undang pun sudah dipaparkan definisi dan tujuan dari pendidikan tersebut. Dalam Undang-undang sistem Pendidikan Nasional, Bab I, Pasal I dinyatakan:Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Adapun fungsi dari pendidikan itu sendiri seperti diutarakan dalam Bab II, Pasal 3: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (billyboen.com).

Dari cuplikan Bab I dan II di atas dapat disimpulkan bahwa esensi utama dari pendidikan adalah untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Namun sekarang ini, sepertinya esensi tersebut sudah bergeser sehingga yang sangat ditekankan dalam pendidikan di Indonesia saat ini adalah aspek kognitif.

Inilah yang membuat siswa atau mahasiswa berlomba-lomba mendapat nilai bagus, namun dengan cara yang tidak bagus. Terbukti belakangan ini berita-berita yang diangkat mengenai UAN bukanlah tentang bagaimana keseriusan peserta ujian menghadapi ujian atau berita positif lainnya, melainkan berbagai tindak kecurangan yang dilakukan oleh siswa bahkan gurunya. Begitu juga dengan mahasiswa, ternyata masih ada saja yang suka mencontek ketika ujian.  Saya jadi teringat pertanyaan seorang teman dari Fakultas Kedokteran Kampus X tentang budaya mencontek di kalangan mahasiswa ketika ujian. Beliau mengomentari pertanyaannya sendiri "Waahh, gimana ya nantinya kalo mahasiswa FK suka nyontek, padahal kerjaannya ngurusin nyawa orang.. "

Secara tidak sadar, inilah yang kemudian membentuk watak dan karakter pelajar dan mahasiswa Indonesia menjadi suka dengan hal-hal yang instan, tidak jauh berbeda dengan para koruptor di luar sana yang juga suka memperkaya diri dengan instan dan menghalalkan segala cara bukan? dan saya pikir segala akar permasalahan bangsa ini terletak pada karakter bangsanya.

Jika kita mengulas romantika zaman dahulu, pendidikan Indonesia begitu maju, banyak tokoh-tokoh besar yang dilahirkan. Bahkan, dulu pendidikan Indonesia menjadi kiblatnya pendidikan sampai-sampai banyak pelajar dari Malaysia yang menuntut ilmu di Indonesia dan mengisi tempat-tempat strategis di Malaysia. Ada yang menjadi menteri, profesor, doktor, dosen, bekerja mengembangkan Petronas, dan menjadi polisi, seperti Datuk Sofian Ahmad yang menjadi Kepala Polisi Kedah (http://aaganztenk.multiply.com).

"Mengenai kemajuan pendidikan di Malaysia, kami belajar dari Indonesia. Saat itu Indonesia memiliki pendidikan yang bagus. Kami menjiplaknya untuk diterapkan di Malaysia. Hasilnya kini bisa dinikmati banyak pihak. Maka, sepatutnya kami berutang budi kepada Indonesia," tutur Suleiman Mohamed PhD, alumni Jurusan Publisistik Universitas Padjadjaran. Kalau kita lihat, perasaan mengenai romantika masa lalu itu berujung pada sebuah pertanyaan:

"Apakah bisa Indonesia seperti itu lagi?"

Untuk menjawab pertanyaan ini, tidak bisa hanya sekedar iya dan tidak, namun perlu adanya tindakan nyata. Mengembalikan esensi pendidikan sesuai dengan Undang-Undang sistem pendidikan mungkin bisa membuat pendidikan Indonesia kembali jaya. Itu berarti dibutuhkan guru yang dapat mengajarkan nilai-nilai agama, moral dan akhlak bagi para siswanya, di samping aspek kognitif. Mungkin dibutuhkan sosok seperti Bu Muslimah dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Begitu juga siswanya, sebisa mungkin kita hindari cara-cara tidak benar dalam menempuh pendidikan ini, karena kualitas generasi muda menjadi jaminan masa depan suatu bangsa. Apabila itu berhasil, maka output dari pendidikan ini adalah orang-orang yang agamis, nasionalis, moralis, namun tidak individualis.

Harapan itu masih ada dan akan selalu ada, Kawan. Semoga!
SELAMAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL!
Untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik.

Gita Khaerunnisa
Mahasiswa Teknik Kimia '09 UNDIP

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Design Blog, Make Online Money