Aku Muslim, dan Aku Prajurit Setia

“Aku prajurit Amerika, seorang warga negara, dan seorang patriot. Tapi dalam tatapan kecurigaan, aku minoritas sesat yang tidak memiliki hubungan inklusif dengan pemerintahan nasional Amerika. Aku hanya seorang muslim.” Demikian Yee menulis di bagian akhir kesaksiannya atas kebrutalan tentara Amerika atas dirinya dan tawanan muslim yang lain.

James Yee adalah seorang mualaf lulusan West Point, akademi militer paling bergengsi di AS. Mulanya, ia adalah pemeluk Kristen Lutheran. Ia memilih untuk memeluk Islam ketika ke Suriah. Setelah lulus dari West Point ia bertemu dengan seorang wanita bernama Huda yang kemudian menjadi istrinya. James Yee lulus dari West Point pada tahun 1990, mengabdi di Angkatan Darat AS selama empat belas tahun, termasuk tugas di Arab Saudi pasca-Perang Teluk I. Setelah memeluk Islam pada tahun 1991, ia belajar Islam dan bahasa Arab di Damaskus- Suriah selama empat tahun. Ia telah dua kali menunaikan ibadah haji ke Makkah.

Pada awal 2001, dia kembali ke dinas militer di tengah sentimen AS yang kuat terhadap Islam pasca tragedi WTC. Di penjara Guantanamo (Gitmo) dia ditugaskan sebagai ulama militer (chaplain) yang melayani seluruh tahanan yang semuanya muslim. Penjara Gitmo yang berada di Kuba adalah tempat meringkuknya tawanan yang dituduh berkomplot dengan Osama bin Laden dan mantan Pasukan Taliban.

Ketika tiba di Guantanamo, Yee menemukan banyak sekali kebrutalan yang dilakukan terhadap orang-orang Muslim yang menjadi tahanan di sana. Namun karena awalnya ia menganggap kebrutalan ini dilandasi oleh ketidaktahuan, Yee justru memandang kondisi ini sebagai tantangan baginya. Yee tidak hanya ingin memberikan pelayanan spiritual kepada para tahanan, namun ia juga ingin mendidik para personel militer AS tentang Islam.

Sayangnya, hal inilah yang menyeretnya ke dalam kubangan masalah. Karena memperlakukan para tahanan dengan hormat dan bermartabat, bicara yang baik-baik tentang Islam, serta memimpin kegiatan-kegiatan keagamaan, Yee malah dipandang sebagai teroris, dipandang sebagai musuh.

Karena James Yee seorang Muslim, ia dicurigai dan diperlakukan semena-mena olah para prajurit lain. Para prajurit itu mengabaikan perintah-perintahnya sebagai Kapten Angkatan Darat AS. Ini merupakan tindakan indisipliner, namun tak ada tindak lanjutnya. Ini membuktikan bahwa seorang Muslim tidak bisa menjadi tentara sungguhan di AS, apalagi menjadi perwira.

Sebagian besar kebrutalan yang dilakukan terhadap James Yee dan para tahanan lain di Guantanamo merupakan tanggung jawab Jenderal Geoffrey Miller, orang yang berkuasa di Guantanamo. Jenderal Miller sepertinya punya dendam dan kebencian pribadi terhadap Yee dan kaum Muslimin. Entah apa motifnya.

Keyakinan Kristen Miller sendiri yang radikal dipercaya ikut andil dalam segala tindak-tanduknya di Guantanamo. Namun, sayangnya, James Yee-lah yang menghadapi dakwaan kriminal, buka Miller. Yee-lah yang terpaksa mengundurkan diri, bukannya Miller. Padahal Miller-lah—beserta sejumlah perwira senior lainnya—yang seharusnya dipecat dengan tidak hormat dari dinas militer.

Kekerasan dan perilaku tidak manusiawi yang bertubi-tubi mengakibatkan beberapa tahanan harus pingsan dan mencoba bunuh diri. Pelecehan terhadap Islam dipertontonkan oleh para penjaga. Alquran dilempar, ditendang, diinjak dan dirobek. Lemparan batu juga dilakukan pada tahanan yang sedang shalat berjamaah. Di Kamp X-ray dan Delta tahanan dipaksa berlutut berjam-jam di bawah panggangan matahari, sementara kaki dan tangan diborgol. Jika meratap minta minum, maka para penjaga memberinya tendangan. Tidak hanya itu, tahanan juga disuruh mandi air kencing dan kotorannya.

Amerika rupanya enggan menerapkan Konvensi Jenewa kepada tahanan muslim di kamp militer Guantanamo.

Penganiayaan dan pelecehan seksual terhadap tahanan muslim di Penjara Guantanamo bukanlah isapan jempol. Ratusan orang yang terkurung di kamp militer Amerika Serikat itu mendapat perlakuan sangat tidak manusiawi.

James Yee membeberkan kekejaman tentara Amerika di Penjara Guantanamo berdasarkan kesaksiannya saat bertugas di sana. Pelecehan dan pembunuhan karakter dialaminya. Hanya karena Yee beragama Islam dan berusaha berbuat lebih beradab. Juga karena ia seorang imam muslim—dai (pendakwah)– di lingkungan militer Amerika yang berupaya meluruskan kekeliruan pemahaman tentang Islam kepada temannya sesama prajurit. Kisah tragis yang dialami Yee, tentara Amerika keturunan Cina berpangkat kapten ini, berawal dari masa dinasnya di Guantanamo.

Dalam kurun 10 bulan bertugas di Kamp Delta—sebutan untuk delapan blok penjara itu—ia menjadi saksi kekejaman yang dialami para tahanan. “Bahkan mereka tidak mendapatkan perlindungan seperti yang tercantum dalam Konvensi Jenewa,” papar Yee memberi kesaksian.

Pemerintahan Presiden George W. Bush dan kalangan militer enggan menerapkan konvensi itu kepada tahanan muslim yang disebutnya sebagai teroris. Para “pejuang” muslim, musuh Amerika dari berbagai negara, tidak memperoleh haknya sebagai tahanan perang.

Dapat dipastikan, penganiayaan terhadap tahanan dan pelecehan kitab suci Al-Qur’an kerap terjadi saat tahanan menjalani pemeriksaan. Polisi militer di penjara sering menggunakan lembaran Alquran untuk membersihkan lantai. Aku sering menemukan sobekan lembar Alquran di lantai. Hampir setiap hari terjadi pertikaian keras antara penjaga dan tahanan yang berujung penyiksaan. Terkadang prajurit Amerika yang bukan muslim sengaja membuat keributan selagi tahanan tengah beribadah.

Tak jarang pula tahanan dipaksa meninggalkan shalat untuk menjalani pemeriksaan. “Lambat laun aku sadar bahwa usahaku untuk memberikan pengajaran tentang toleransi membuat kecurigaan mereka semakin dalam,” tulis Yee. Dan siapa pun yang bertugas di kamp itu harus tetap menjaga kerahasiaan tentang apa pun yang dilihat dan dialami.

Diam-diam, gerak-gerik prajurit yang bertugas pun selalu diawasi oleh agen rahasia pemerintah, baik dari FBI maupun badan intelijen militer. Yee yang sejak masuk Islam menambahkan Yusuf dalam namanya, tak luput dari pengawasan. Hingga akhirnya, Yee diciduk pada 10 September 2003 di Bandara Jacksonville, Florida.

Selama 10 hari dia dikurung di sel dan diperlakukan seperti tahanan. Diperiksa dengan telanjang, tidak diberi makan, diborgol tangan dan kaki, pengaburan panca indera, serta perlakuan lainnya tanpa mempertimbangkan bahwa dia adalah seorang perwira angkatan darat.

”Mereka tidak peduli pangkatku kapten, lulusan West Point, akademi militer paling bergengsi di Amerika Serikat. Mereka tidak peduli agamaku melarang telanjang di hadapan orang. Mereka tidak peduli belum ada dakwaan resmi terhadapku. Mereka tidak peduli istri dan anak-anakku tidak mengetahui keberadaanku. Mereka pun jelas tidak peduli kalau aku adalah warga Amerika yang setia dan, di atas segalanya, tidak bersalah”.

Sejak saat itu, beragam tuduhan dilontarkan untuk menjeratnya. Pengkhianatan, persekongkolan dengan teroris, hingga isu perselingkuhan ditebar. Sejumlah koran Amerika sendiri sempat terjebak pada kekeliruan informasi yang disebar intel.

Mereka menyebut Yusuf Yee sebagai antek Taliban. Isu perselingkuhan yang sengaja ditebar ke koran nyaris menghancurkan rumah tangganya. Teror dan fitnah juga dilancarkan agar istrinya juga turut membencinya.

Istrinya menggenggam pistol di tangan yang satu dan dua butir peluru di tangan lainnya. “Ajari aku cara menggunakannya,” bisik wanita itu melalui telepon dari apartemen mereka di Olympia, Washington. Dari semua hal yang pernah dilalui James Yee—penahanan, tuduhan spionase, 76 hari di dikurung di sel isolasi—ini adalah yang terburuk.

Rasa takut membadai di dadanya saat bicara di telepon dengan istrinya. Sebagai seorang ulama militer, Yee telah dilatih untuk mendeteksi dan mencegah tindakan bunuh diri. Yee tahu bahwa kondisi Huda telah kritis. Istrinya itu telah menemukan pistol Smith & Wesson miliknya yang disimpan di tempat tersembunyi di dalam lemari. Huda sudah merencanakan ini. Yee merasa tak berdaya…

Yang lebih mencengangkan, ada anak di bawah umur dijebloskan ke penjara ini dengan tuduhan sebagai anggota jaringan teroris. Seorang di antaranya adalah Omar Khadir, bocah muslim asal Kanada yang baru berusia 15 tahun.

Kesaksian James Yee ini kian menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi di penjara-penjara khusus Amerika. Yee menyebutkan, perang melawan terorisme yang dicanangkan Presiden Bush melahirkan kegilaan di kalangan militer Amerika. Yee menjadi korban kegilaan itu.

Pengalaman kelam selama lebih dari satu tahun dalam tahanan militer memberinya pelajaran berharga. Kondisi militer Amerika jauh dari gambaran ideal Yee. Perbedaan dan kehormatan serta kemerdekaan menjalankan agama tidak dijamin.

Agama dan keyakinan ternyata masih menjadi masalah utama di dunia militer negeri yang mengaku demokratis itu. “Mereka tidak mempertimbangkan bahwa aku adalah seorang prajurit yang setia,” tulis James Yee.

Kesaksian Yee ini layaknya film drama produksi Hollywood. Seorang perwira militer Amerika Serikat dijebloskan ke penjara berdasarkan sangkaan spionase, melakukan pemberontakan, menghasut, membantu musuh, dan menjadi pengkhianat militer dan negara.

Tapi semuanya tidak terbukti dan akhirnya perwira itu dibebaskan dari semua dakwaan. Kapten James Yee, perwira itu, mendapatkan perlakuan tak beradab dari militer AS karena dia beragama Islam dan reaksi paranoid AS terhadap Islam yang sama sekali tak beralasan.

Tapi publik AS tahu bahwa itu bohong. Sementara kredibilitas militer AS runtuh akibat kecerobohannya dalam kasus ini. Bahkan New York Times edisi 24 Maret 2006 menurunkan tajuk rencana berjudul “Ketidakadilan Militer”.

Meskipun sama sekali bersih dari tuntutan, namun keinginannya untuk tetap mengabdi pada Tuhan dan negara pupus. Yee “terpaksa” mundur dari militer pada 7 Januari 2005. Sayangnya, karier militer dan reputasinya telah lebih dulu hancur. Bahkan hingga kini statusnya masih ‘dalam pengawasan’.

AS benar-benar paranoid. Siapa pun yang dianggap musuh, apa pun dilakukan. Tidak peduli itu bertentangan dengan hak asasi manusia, keadilan konvensi internasional, atau hal lainnya yang selalu digemborkannya sendiri.

Kasus Yee dan Penjara Guantanamo makin merontokkan citra AS di mata publik dunia. Kini penutupan penjara Gitmo sedang dipertimbangkan karena tekanan dunia internasional melalui PBB, termasuk sekutu dekatnya, Inggris dan Italia. Sekitar 500 tahanan dari 35 negara kini masih meringkuk dalam penjara itu.

Salah satu pelajaran yang bisa dipetik dari kasus Yee adalah peran media massa. Saat proses penahanan, lengkap sudah penderitaan Yee. Bukan saja dipenjarakan tanpa bukti, namun dia juga telah dihakimi oleh media massa (trial by the press) sebelum pengadilan digelar. Pers AS seperti Washington Post, New York Times, Guardian, Dll. yang mendengungkan hak asasi, justru bersifat tendensius dan tidak cover both sie. Informasi yang disajikan adalah versi militer AS.

Namun keteledoran pers tersebut ditebus dengan kritik pedas terhadap pemerintah setelah tuduhan terhadap Yee tidak terbukti. Artikel, tajuk rencana, dan berita-berita yang disuguhkan semuanya berupa pembelaan, bahkan sebagian media massa minta maaf pada Yee.

Patriotisme Yee musnah di mata pemerintah AS hanya karena dia sebagai Muslim taat menjalankan tugasnya sesuai ajaran agama dan perintah negara. Tapi dunia tahu bahwa dia adalah seorang patriot sejati yang hidupnya diabdikan kepada Tuhan dan negaranya.

Inilah kisah yang mengungkap sisi gelap perang terhadap terorisme yang berlebihan dan tanpa aturan, yang menebar bahaya di mana-mana dan mengakibatkan seorang patriot Amerika sejati diperlakukan layaknya musuh. Bukannya mendapat penghargaan atas jasa-jasanya, Yee malah dihukum. Reputasi Amerika sebagai negara hukum yang adil ikut tercoreng bersamanya. Kita seakan muak dengan kebijakan-kebijakan AS di bawah Bush dengan segala tindak-tanduk primitifnya yang mengacak-acak peradaban dan nilai-nilai kemanusiaan.

Apakah ‘perang melawan terorisme’ yang digagas Amerika Serikat (AS) benar-benar perang yang ditujukan untuk melawan ekstremisme demi tegaknya demokrasi? Ataukah label itu hanya bungkus bagi perang melawan Islam? Para pejabat AS di lingkaran Bush bersikeras bahwa agenda mereka bersifat politis, bukan religius. Namun faktanya, retorika dan tindak-tanduk AS di lapangan mengubah perang melawan terorisme menjadi perang melawan Islam.


Oleh: Aidil Heryana, S.Sosi
21/2/2007 | 2/Safar/1428 H | Hits: 1,850


Semnas Kepenulisan


untuk info lengkapnya, klik semnaskepenulisan.blogspot.com :)

Mengapa Aku Mencintai KAMMI

Judul Buku:
Mengapa Aku Mencintai KAMMI

Penulis:
Imran Rosyadi, Evie Fitria, Aji Kurnia Dermawan (Izzatul Ikhwan)

Penyusun:
Eko Susanto

Penerbit:
Penerbit Muda Cendikia, Bandung

Cetakan:
Maret 2010

Sinopsis:

Bergabung di KAMMI bukanlah pilihan rasional, lebih kental sisi emosional. Ada banyak cita-cita tinggi yang hendak diwujudkan dan dipersembahkan kepada KAMMI. Maka cinta dan cita-cita tinggi itulah yang membangun semangat ‘bergerak’.

Cintalah yang membuat akh Imron menulis serial “Mengapa Aku Mencintai KAMMI”, yang kemudian dijadikan sebagai judul buku ini. Cintalah yang membatalkan rencana akh Yuli terbang ke London. Dan masih banyak ‘kisah cinta’ lainnya. Saya percaya, banyak yang mencintai KAMMI di KAMMI.

Tak perlu kader KAMMI diajarkan tentang cinta. Tapi rasanya pantas cinta kepada KAMMI digelorakan. Cinta bukan sebuah ajaran ataupun ilmu yang bisa dibuat konsepnya oleh kaderisasi. Cinta terhadap KAMMI merupakan ungkapan perasaan. Perlu teladan dari senior.

Dan pengorbanan bukanlah ‘ritual’ kewajiban sebagai anggota organisasi. Pengorbanan di KAMMI haruslah menjadi ‘ritual’ cinta. Layaknya cinta seorang gadis yang melepas kekasihnya pergi mencari ilmu di negeri jiran. Cinta yang ‘hidup’ dan menghidupi sebuah gerakan untuk berkorban tanpa penyesalan dan keterpaksaan. Bukan kata-kata cinta yang lahir dari kewajiban ataupun sekedar ‘amanah’.


Ini Peperangan Kawan, bukan Hanya Serangan Satu Arah


Resume Madrasah KAMMI 1 (MK1)
Materi : Al-Ghazwul Al-Fikr (Perang Pemikiran)


 Assalamu’alaikum W. W.
Ba’da tahmid wa shalawat

            “Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya." (QS. Ash Shaff : 8)

            Al-Ghazwul Al-Fikr, hampir dipastikan tidak ada aktivis da’wah yang tidak mengerti maknanya. Atau bahkan barangkali sudah ada yang mendapatkan materinya lebih dari 10 kali? Wow. Akan tetapi yang perlu kita pahami bahwa materi ini merupakan materi yang dinamis, akan selalu update sesuai perkembangan zaman dan waktu. Berarti materi ini harus kita kaji terus, kalau tidak kita akan kerepotan/keteteran dalam peperangan ini. Ghazwun secara bahasa artinya serangan, serbuan, dan invasi sedangkan Fikr adalah pemikiran, jadi secara harfiah  Al-Ghazwul Al-Fikr dapat diartikan sebagai Perang Pemikiran.

            “Salah satu faktor kemunduran ummat islam adalah banyak dari mereka yang belum mempunyai Sense of War, tidak menyadari di sekitar bahkan di tengah mereka terdapat peperangan, terdapat konspirasi”. Lebih kurang seperti itu pernyataan Ust. Anis Matta dalam ceramahnya yang pernah saya dengar. Mungkin barangkali karena sifatnya tidak kasat mata, serangannya tidak terlihat dan bahkan seringkali tidak terasa. Karena ia tidak menyakiti tubuh, karena tidak ada desingan peluru, akan tetapi kerusakannya lebih dahsyat dari perang konvensional, karena ia justru merusak cara berpikir kita dan memanjakan hawa nafsu kita. Lalu kemudian rusaklah akhlak kita, hancurlah fikrah kita, berpindahlah loyalitas/wala’ kita kepada orang kafir, tumbanglah ‘aqidah kita, dan sampai – sampai ada yang murtad karena peperangan ini. Oleh karena itu tumbuhkan Sense of War itu dalam diri kita, tularkan kepada orang – orang yang kita cintai di sekitar kita.

            Ketika musuh-musuh Islam menyadari bahwa mereka kalah telak kalau melawan ummat Islam dengan perang fisik maka mereka melancarkan perang pemikiran ini. Mereka tidak pernah ridha dan tidak pernah berhenti menyerang ummat Islam hingga kita mengikuti millah mereka. “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.“ (QS. Al Baqarah : 120)

            Saat ini ummat Islam dikepung dari segala penjuru arah dari mulai golongan/organisasi yang merusak dari luar (Zionis, Freemasonry, Illuminati, dll) sampai dari dalam (Jaringan Islam Liberal, syi’ah, ahmadiyah, aliran-aliran sesat, dll). Saya akan lebih fokus membahas sedikit tentang JIL (sebut saja Jaringan Iblis Laknatullah), saat ini sudah banyak tokoh-tokohnya, yang secara sengaja dimunculkan di publik, sebutlah Ulil Absar Abdalla (Politisi, aktifis NU), Luthfi Assyaukanie, Azyumardi Azra, Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Jakarta), Said Agil Siraj (PBNU), Siti Musdah Mulia (Guru Besar UIN Jakarta – mungkin para Akhwat gregetan denger nama ini), Zuhairi Misrawi (pengamat yang biasa muncul di TV), dan masih banyak lagi yang perlu kita waspadai tulisan-tulisannya. Kalau mau lebih tahu tentang kesesatan JIL saya sarankan baca buku “Islam Liberal 101” atau “50 Tokoh Islam Liberal Indonesia : Pengusung Ide Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme”.

            Salah satu kenyelenehan mereka adalah mereka menganggap bahwa semua permasalahan bisa dilakukan dengan jalan Ijtihad. Bahkan dalam hal ibadah pun bisa melalui jalan Ijtihad, tidak perlu mengikuti Al Qur’an dan Hadits, suka menafsirkan ayat secara sembrono. Tokoh – tokoh mereka bukan orang dengan pendidikan rendah, mereka banyak yang bergelar Doktor, kuliah di luar negeri dan tinggi-tinggi malah membuat mereka seperti itu. Na’udzubillah. Ghazwul Fikr ini dilancarkan oleh mereka untuk mengaburkan nilai – nilai kebenaran, baik dengan menebarkan keragu – raguan maupun dengan menebarkan kesesatan, dan pada akhirnya tujuan akhir adalah melenyapkan Islam sampai ke akar – akarnya.

Metode mereka dalam Ghazwul Fikr

  1. Tasykik
            Yakni gerakan yang berupaya menciptakan keraguan dan pendangkalan akidah kaum Muslimin terhadap agamanya. Misalnya, dengan terus-menerus menyerang (melecehkan) Al-Qur'an dan Hadits, melecehkan Nabi Muhammad SAW atau mengampanyekan bahwa hukum Islam tidak sesuai dengan tuntutan zaman.

  1. Tasywih
            Yakni gerakan yang berupaya menghilangkan kebanggaaan kaum Muslimin terhadap agamanya. Caranya, memberikan gambaran Islam secara buruk sehingga timbul rasa rendah diri di kalangan ummat Islam. Di sini, mereka melakukan pencitraan negatif tentang agama dan ummat Islam lewat media massa dan lain-lain, sehingga Islam terkesan menyeramkan, kejam, sadis, radikal dan lain sebagainya.

  1. Tadzwib
            Yakni pelarutan budaya dan pemikiran. Di sini, kaum kuffar dan munafiqin melakukan pencampuradukkan antara hak dan batil, antara ajaran Islam dan non-Islam. Sehingga ummat Islam yang awam kebingungan mendapatkan pedoman hidupnya.

  1. Taghrib
            Yakni “pembaratan” dunia Islam, mendorong ummat Islam agar menerima pemikiran dan budaya Barat, seperti sekularisme, pluralisme, nasionalisme dan lain sebagainya.

Tujuan mereka melancarkan Ghazwul Fikr

            “Tujuan kami bukan untuk mengkristenkan ummat Islam, ini tidak akan sanggup kita melaksanakannya. Tetapi target kita adalah menjauhkan kaum muslimin dari agamanya (Islam). Ini yang harus kita capai, walaupun mereka tidak bergabung dengan kita..” (Misionaris Amerika, Samuel Marinus Zwemer)

  1. Ifsaad al-Akhlaq (merusak Akhlak)
            Ghazwul Fikr berusaha merusak sendi – sendi Islam dan tidak memberi kesempatan untuk memulai kehidupan secara Islami. Dengan kata lain ummat Islam tidak boleh membangun masyarakat berdasarkan nilai – nilai Islam. Media yang mereka gunakan beragam dari Internet, Film, Sinetron, Iklan, Fashion, Life Style, dll. Serangan ini lambat laun akan merusak akhlak, mengacaukan ideologi bahkan sampai murtad. Setelah itu ummat Islam akan melepaskan ketauhidan kepada Allah dan berwala’ (loyal) kepada kaum kafir.

  1. Tahthiim al-Fikrah (menghancurkan Fikrah)
            Mereka takut ketika kita menjadikan Islam sebagai Dien (dalam arti sebenarnya, bukan hanya agama), sebagai sistem hidup kita. Oleh karena itu disebarkanlah teori – teori sekularisme, pluralisme, paham – paham atheis, dan pemikiran lain yang bertentangan dengan Islam. Mengaburkan nilai – nilai kebenaran, menebarkan keragu – raguan dalam ber-Islam maupun dengan menebarkan kesesatan. Tujuan mereka supaya ummat Islam meragukan kebenaran agama Islam itu sendiri. Padahal Islam adalah satu-satunya agama yang diridhai oleh Allah SWT, Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam..” (QS. Ali Imran : 19)

  1. Idzabah asy-Syakhshiyah (melarutkan kepribadian)
            Akibat dari Al-Ghazwul Al-Fikr kemudian lahirlah generasi Muslim yang tidak berkepribadian. Mereka tidak percaya diri untuk menampakkan identitas keislaman. Nama - nama, mode pakaian, bahasa, gaya hidup, pola piker, semuanya mereka ganti dengan kebudayaan impor dari barat. Sebagian tokoh mereka mengatakan bahwa apabila ingin maju kita harus menjiplak barat seutuhnya. Inilah krisis yang paling berbahaya, krisis identitas atau kepribadian.

  1. Ar Riddah (pemurtadan atau menumbangkan aqidah)
            “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mentaati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran : 149). Ketika pikiran ummat Islam sudah tercemari, gaya hidup sudah terwarnai, tidak ada lagi Identitas Islam yang tersisa, maka tumbanglah aqidah ummat Islam.

Sikap kita?

            Saya mengamati belum banyak atau hanya sebagian saja Kader Da’wah yang memahami bahwa ini adalah peperangan, yang artinya kita juga harus menyerang. Kita tidak hanya bertahan saja dari serbuan musuh – musuh Islam, tapi kita juga harus merancang strategi bagaimana membalas serangan musuh – musuh kita. Seperti yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib ra. : "al haqqu billa nizham yughlibul bathila bi nizham - Kebenaran yang tak terorganisir akan dikalahkan oleh kebathilan yang terorganisir”.

            Ketika mereka membuat Film yang merusak akhlak, maka kita harus memperbanyak Film-Film Islami yang tujuannya memperindah akhlak ummat Islam. Ketika mereka meluncurkan tulisan – tulisan yang membuat ummat resah, kita sibuk memperbanyak tulisan – tulisan yang menyemangati dan membentengi ummat dari kerusakan aqidah maupun moral. Ketika cafe – cafe ramai didatangi, kita sibuk mengajak teman – teman maupun saudara – saudari kita untuk meramaikan majelis – majelis ‘ilmu yang bermanfaat. Ketika mereka mempunyai media yang membabi buta memojokkan Islam, kita sedang menabung atau mungkin sedang berusaha untuk membuat media yang independent untuk kepentingan ummat. Ketika mereka bangga dengan hafalan lagu – lagu barat, kita sedang berikhtiar menghafal 30 Juz Qur’an beserta mempelajari tafsirnya. Dan seterusnya, dan seterusnya.

Referensi yang bisa dibaca :

-          Materi Tarbiyah Islamiyah
-          Syarah Rasmul Bayan Tarbiyah karya Jasiman, Lc
-          Kolom Ghazwul Fikr di majalah Al - Intima’
-          Islam Liberal 101 karya Akmal Sjafril
-          50 Tokoh Islam Liberal Indonesia: Pengusung Ide Sekularisme, Pluralisme, Dan Liberalisme Agama karya Budi Handrianto
-          Pengantar Memahami Ghazwul Fikri karya Abu Ridha


Wassalamu’alaikum W. W.

Bimandhika M. Putro
Kaderisasi PK KAMMI Teknik UNDIP 2012

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Design Blog, Make Online Money