INGATKAH ANDA...? (Bagian 1)

oleh: fafa_akhwat

Menjelang delapan tahun masa kepemimpinan SBY, penurunan popularitas SBY semakin besar. SBY dinilai gagal menjalankan janji-janji yang diumbarnya pada masa kampanye. Hingga kerap kali kita lihat dan dengar aksi-aksi yang dilakukan banyak pihak, termasuk mahasiswa, menuntut SBY merealisasikan janjinya atau mundur dari bangku kepresidenan.

Meski demikian, harus disadari pula oleh mahasiswa bahwa mengelola suatu negara bukanlah hal yang mudah. Tidak perlu jauh-jauh, kita bisa melihat apakah mahasiswa sendiri sudah menepati janji yang disampaikan pada saat kampanye pemilihan presiden mahasiswa sebelum menuntut SBY menepati janji kampanye itu.

Kampus adalah miniatur negara, itulah yang sering kita dengar. Mahasiswa memilih presidennya melalui sistem Pemilihan Raya (Pemira), sebuah sistem yang diadopsi dari Pemilihan Umum (Pemilu). Lebih dari itu, ternyata masyarakat mahasiswa juga sudah tidak mempercayai segala macam iming-iming yang diobralkan para calon presiden mahasiswa, tak ubahnya rakyat Indonesia yang lebih memilih golput karena sudah bosan dengan visi-misi kampanye yang tak pernah terealisasi.

Ketika rakyat Fakultas Teknik (FT) dihadapkan pada dua pilihan calon pemimpinnya, sudah terdengar banyak sekali keraguan bahwa kedua calon akan membawa perubahan signifikan untuk FT Undip. Secara umum, kedua calon menawarkan sinergisitas antarlembaga mahasiswa FT. Bahkan, pasangan calon nomor 2, M. Fatih Askarillah dan Rizal Adhi Pratama, yang kemudian memenangkan Pemira FT, berinisiatif membentuk departemen baru dalam BEM FT KM Undip, yaitu Departemen Dalam Negeri (Dagri). Fatih-Rizal mengatakan sebelumnya tidak ada departemen dalam BEM FT yang dapat menaungi seluruh ketua lembaga mahasiswa yang ada di FT. Maka Dagri inilah yang akan dapat menjalankan fungsi tersebut. Akan tetapi, hal ini ditentang oleh sebagian besar masyarakat FT, khususnya Kepala Departemen Networking, Information, and Communication (NIC) BEM FT KM Undip 2011, M. Bachtiar Rifai (sebelumnya Departemen NIC-lah yang menaungi seluruh ketua lembaga FT). Dan kita tahu, saat ini tidak ada Departemen Dagri di BEM FT.

Faktanya, semua obralan janji itu ternyata tidak terbukti sampai sekarang. Kinerja BEM FT terlihat sama saja seperti tahun-tahun sebelumnya, meski jargon Fatih-Rizal saat kampanye adalah Sinergis, Inovatif, dan Profesional. Sinergisitas antarlembaga yang ada dinilai masih sangat kurang. Himpunan Mahasiswa (HM) di FT masih belum merasakan peran BEM FT untuk melayani mahasiswa. Bahkan, isu yang sempat terlontar adalah pembubaran Departemen Riset dan Teknologi (Ristek) BEM FT karena fungsinya yang tumpang-tindih dengan Forum Studi Teknik (FST).

Inikah yang dinamakan sinergis oleh para pemimpin mahasiswa FT? Mana inovasi yang pernah dijanjikan oleh Fatih-Rizal? Lalu bagaimana sebetulnya yang menjadi aspirasi seluruh mahasiswa FT yang diwakili oleh lembaga-lembaga mahasiswa yang ada? Apakah seharunya memang diperlukan Departemen Dagri untuk menaungi lembaga yang ada, atau sudah cukup dengan Departemen NIC? Apa yang sebetulnya terjadi di belakang layar yang selama ini tidak kita ketahui? (bersambung)

Sandal Jepit dan Peci

Suatu malam, saat semua penghuni rumah sudah terlelap. Sandal jepit yang berada di luar rumah menggigil kedinginan. Tak pernah sekalipun ia diajak masuk oleh si punya. Dengan tubuh kotor penuh debu, kadang lumpur, ia selalu dibiarkan tergeletak di depan. Rupanya, keluhan itu sempat di dengar oleh Peci yang tergantung di paku di dinding ruang tamu. Melihat rekannya yang berada diluar, Peci hanya tersenyum penuh kemenangan dan pura-pura tertidur tak mempedulikan Sandal Jepit yang mulai menangis.

Dalam batinnya, Sandal berkata, sungguh enak menjadi Peci. Ia selalu ditempatkan diatas, dipakai atau tidak, tak pernah ia berada dibawah. Lain halnya dengan dirinya, dipakai terinjak-injak, tak dipakai tetap tersingkir di pojokkan, ditanah atau dilantai dingin. Setiap kali hendak digunakan, tuan pemilik selalu membersihkan Peci, tak satupun debu dibiarkan hinggap, dan sepulang diajak pergi, kembali dibersihkan dan diletakkan kembali ke tempat yang lebih terhormat, jika tidak diatas lemari, didalam lemari, diatas buffet, paling rendah tergantung di dinding. Berbeda dengan nasib Sandal Jepit, dipakai tak pernah dibersihkan, sepulangnya semakin tak dipedulikan sekotor apapun, mulai dari debu, sampai kotoran dengan aroma bau yang tak sedap.

Kalaupun diajak pergi, Sandal tak pernah ke tempat yang bersih, ke pasar, ke kebun, lapangan, atau ke toilet. Jelas saja, tuan pemilik akan lebih memilih sepatu atau sendal kulit untuk ke Mall, ke pesta, atau ke tempat-tempat yang memang bukan tempatnya Sandal berada disana. Tapi, Sandal juga dipakai jika tuan pemilik hendak ke Masjid. Entah ini penghormatan atau sebaliknya buat Sandal Jepit karena jika nanti di Masjid ia harus berpindah kaki dengan orang lain alias hilang, toh tuan pemilik hanya berpikir, ”Untung cuma Sandal Jepit”. Sedangkan Peci, selalu dipakai ke tempat kondangan, bahkan para pemimpin negeri, pejabat-pejabat penting negara ini wajib menggunakan Peci saat pelantikan dan acara-acara resmi, acara kehormatan kenegaraan.

Peci hampir tak pernah dipinjamkan kepada tuan yang lain, karena biasanya masing-masing sudah memiliki. Tapi Sandal, sekalipun ada beberapa, tak pernah ia diberikan kehormatan untuk mengabdi pada satu tuannya saja. Ia bisa dipakai tuan istri, tuan anak, atau juga pembantu. Tidak jarang, ia dipinjamkan juga ke tetangga, atau teman tuan anak. Kalaupun usang dan berubah warna, Peci biasanya tak pernah dibuang. Disimpan dalam kardus di gudang dengan rapih, atau paling mungkin diberikan kepada anak-anak yatim atau siapa saja yang membutuhkannya. Intinya, masih bernilai paskaguna. Sandal Jepit? Jelek sedikit diganti, apalagi kalau sudah putus talinya, tidak ada tempat yang paling pas kecuali tong sampah. Terkadang, ia juga harus merasakan kepedihan jika tubuhnya harus dipotong-potong untuk pengganti rem blong, atau dibuat ban mobil-mobilan mainan anak-anak.

Tapi Sandal tetap menyadari status dan perannya sebagai Sandal yang akan selalu terinjak-injak, kotor, dan tak pernah diatas. Sandal tak pernah iri dengan peran peci. Terlebih saat tuan pemilik berhadapan dengan Tuhannya, dan ditanya; “Mana dari dua barang milikmu yang paling sering kau gunakan, paling bermanfaat, Sandal Jepit atau Peci, yang akan kau bawa bersamamu ke surga?” Dengan mantap tuan pemilik menyebut Sandal Jepit jauh lebih memberikan manfaat baginya.

***

Saudaraku, tak penting apa status, peran dan fungsi Anda di dunia ini, karena Allah, Rasul dan manusia beriman tak melihat Anda dari pakaian yang dikenakan, jabatan yang tersemat, dan kehormatan yang disandang, tapi seberapa bermanfaatnya Anda bagi orang lain dengan status dan peran Anda tersebut. Jika demikian, bukan hal penting untuk mempertanyakan status dan jabatan penting apa yang akan kita sandang saat ini dan nanti, tetapi terpenting adalah mempertanyakan, seberapa bisa kita berbuat baik dan bermanfaat bagi banyak orang?. Wallahu ‘a’lam bishshowaab.



Ditulis oleh: Agus Subkhi Hermawan (Ketua PK KAMMI FT Undip)

Launching TPQ di Masjid Baitul Khoir

Kamis, 19 April 2012 tepatnya pukul 15.30 WIB ada kegiatan yang tidak biasa di Masjid Baitul Khoir. Pasalnya kegiatan ini dihadiri bukan hanya anak-anak kecil yang tinggal di wilayah sekitar saja, namun banyak kakak dan abang-abang berusia remaja yang ikut meramaikan acara tersebut. Ada apa sebenarnya di hari itu?


Yap, ada launching TPQ (Taman Pendidikan Quran) oleh Departemen Soskemas KAMMI Teknik Undip. Dengan cara belajar dan bermain, kegiatan ini diharapkan dapat menumbuhkan minat peserta khususnya anak-anak sekitar Masjid Baitul Khoir untuk lebih mencintai Quran.


Acara yang diisi oleh Pengurus KAMMI Teknik Undip ini berlangsung dengan baik karena antusias anak-anak yang dipenuhi senyum ceria tanpa bersedih :)

Berikut adalah testimoni dan komentar dari pengurus KAMMI Teknik Undip : “Alhamdulillah berhasil karena melebihi dari target yang ditentukan di awal dan antusias yang tinggi dari adik-adik dalam mengikuti serangkaian acara pada kegiatan Launching TPQ ini.”

Ketika ADK Jatuh Cinta


Oleh : Lukas Santoro
Antum ADK? Pernah jatuh cinta?
Pekan yang lalu, tema “cinta” menjadi diskusi khusus dalam halaqoh saya. Dan menjadi seperti rentetan cerita bersambung ketika saya saksikan banyak teman-teman  yang sepertinya sedang kasmaran. Kok  tahu? Anggap saja sok tahu. J
Apakah cinta itu dilarang?
Tentu tidak. Cinta itu tidak direncanakan datangnya dan merupakan fitrah dari Yang Maha Membolak-balikkan hati. Tetapi mengapa Islam melarang pacaran? Karena itu adalah salah satu jalan yang dihias indah oleh setan untuk menjatuhkan manusia ke dalam lembah kenistaan (zina). Dan Allah memerintahkan kita untuk tidak mendekati zina. Pacaran juga dapat membuat seseorang menjadi tidak realistis, penghayal, bersikap tidak adil, dan jauh dari mengingat Allah swt.
Bagi orang yang normal, jatuh cinta itu pasti terjadi, kapan pun waktunya. Tetapi setiap orang memiliki cara masing-masing untuk memanajemen cinta yang sedang menyelimuti hati mereka. Ada yang ketika jatuh cinta langsung tergesa-gesa untuk menjadikan orang yang dicintainya itu sebagai pacarnya. Ada juga yang berusaha cuek dan meluruskan kembali hatinya untuk mengingat Allah swt.
Kadang, masih ada aktifis dakwah kampus (ADK) yang merasa bimbang ketika jatuh cinta. Bimbang untuk memutuskan antara pacaran atau tidak. Sebetulnya secara prinsip sudah tahu bahwa pacaran itu dilarang dan banyak kemudharatan di dalamnya, tetapi kadang setan punya argumen dan strategi yang cukup kuat untuk membalikkan akal dan prinsip yang sudah teguh sekali pun.
Ketika prinsip kita masih teguh menyatakan bahwa kita tidak boleh pacaran, setan tidak akan menyerah begitu saja. Setan akan mencari celah dan bekerja keras untuk menggoda kita ketika sedang lengah. Misalnya saat kondisi internal lembaga sedang kacau, antara ikhwan dan akhwat selalu tidak sepaham dan pernyataan-pernyataan tidak krasan mulai keluar dari mulut pengurus, saat itulah setan memiliki peluang besar untuk menjatuhkan kita. Setan akan menggoda pimpinan lembaga dengan mengatakan: “Tanggung jawab lembaga  ini ada ditangan antum wahai calon saudaraku, jangan engkau biarkan lembaga ini runtuh di tanganmu karena engkau membiarkan para pengurus tidak krasan dalam lembaga ini. Para akhwat yang berjilbab lebar itu juga manusia, mereka butuh diperhatikan secara informal di luar tanggung jawab sebagai pengurus. Mereka pasti akan bosan jika engkau selalu berkomunikasi kepada mereka seputar tugas-tugas lembaga dan dakwah. Cobalah perhatikan mereka dari segi yang lain, tanyakan kabarnya, tanyakan kabar orang tuanya, tanyakan perihal kesukaannya, tanyakan kondisi ruhiyahnya, misscall ia saat waktu tahajjud, ingatkan ia ketika waktu dhuha, kirimi puisi-puisi tentang ukhuwah, perhatikan terus kondisi mereka, karena engkau harus mengikat hati mereka agar ukhuwah pengurus tetap terjaga. Dan engkau yang harus melakukan itu, karena engkau yang bertanggung jawab terhadap lembaga ini.”
Mungkin seperti itulah setan mencoba menjebak kita para ADK (Aktifis Dakwah Kampus), membisikkan kata-kata penuh keindahan untuk membalikkan akal dan prinsip kita. Jika kita mengikutinya dan mulai terjebak di dalamnya, setan akan menawarkan jalan keluar dengan dua pilihan, antara dosa kecil dengan dosa yang cukup besar. Tentu kita akan memilih dosa yang lebih kecil, setelah itu kita terjebak lagi dan setan menawarkan lagi antara dosa sedang dengan dosa yang lebih besar, dan seterusnya hingga kita terjatuh dalam lumpur yang penuh dosa. Sebetulnya tidak ada salahnya ketika berusaha membentuk ukhuwah para pengurus, yang perlu kita lakukan adalah berhati-hati agar usaha yang kita lakukan tidak melanggar batas-batas syar’i dan jangan terlalu berusaha memainkan hati, karena hati adalah kuasa dari Yang Maha Membolak-balikkan hati. Lakukan saja sewajarnya.
Saya akan memaparkan beberapa  hal yang dapat mencegah/melindungi kita para ADK dari penyakit/virus yang ditimbulkan dari perasaan cinta, mungkin ada hal lain yang bisa dilakukan, namun inilah cara yang saya tahu cukup efektif.
1.       Meluruskan dan Menata Niat di Hati
Kita perlu meluruskan niat di hati kita bahwa partisipasi kita dalam lembaga dakwah kampus adalah untuk mencari keridhoan Allah swt dengan menciptakan sebanyak-banyaknya peluang kebaikan bagi diri dan lingkungan kita. Jika dalam perjalanannya mulai ada bisikan-bisikan yang mencoba menggeser niat kita, atau ada sekutu niat selain mencari keridhoan Allah, maka kita harus memanaj hati kita agar kembali kepada tujuan semula.
Kita para aktifis dakwah adalah orang yang sentiasa pikirannya sibuk untuk memikirkan dakwah, maka jangan biarkan hati kita terlalu mellow sehingga mengurangi totalitas dan kefokusan pikiran kita. Banyak hal yang dapat membuat hati kita menjadi mellow, diantaranya musik-musik sendu, novel romantis, film/sinetron percintaan, sering berikhtilat (berbaur) dengan lawan jenis, dll.

2.       Membiasakan Diri dengan Tarbiyah Dzatiyah
Tarbiyah Dzatiyah (tarbiyah individual) adalah usaha yang dilakukan seseorang secara pribadi untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah swt. Tarbiyah dzatiyah tidak cukup sekedar membaca buku atau mendengarkan ceramah, tapi yang lebih penting adalah melakukan ibadah harian (yaumiyah), seperti membaca alquran, shalat tepat waktu, berdzikir, shalat sunnah, qiyamullail, dan ibadah mahdhah lainnya. Meski kita sibuk mengurusi dakwah (tarbiyah ijtimaiyah), kita tidak boleh mengesampingkan tarbiyah dzatiyah, karena keduanya merupakan hal penting  yang tidak boleh ditinggalkan. Perhatikan nasihat Imam Syahid Hasan al-Banna berikut  ini “Maka seseorang tidak dibenarkan meninggalkan kewajiban-kewajiban individu (ibadah) dengan alasan sibuk melaksanakan kewajiban sosial. Juga sebaliknya, seseorang tidak dibenarkan meninggalkan kewajiban-kewajiban sosial dengan alasan sibuk melaksanakan kewajiban individu, sibuk beribadah dan berhubungan dengan Allah swt.” Sehingga kita harus dapat menyeimbangan aktifitas dakwah dengan kewajiban individu (ibadah).
Membiasakan diri dengan tarbiyah dzatiyah akan memperkecil kemungkinan seseorang untuk futhur dan melakukan hal yang sia-sia, sebab ia selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah swt melalui ibadah-ibadah yaumiyahnya. Orang yang terbiasa dengan tarbiyah dzatiyah juga akan lebih sensitif terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam dirinya (hatinya), sehingga ia akan lebih cepat merespon penyimpangan tersebut dan dengan segera memperbaikinya.

3.       Manajemen Komunikasi
Komunikasi yang berlebihan antara ikhwan-akhwat kadang memicu terjadinya perubahan perasaan terhadap lawan komunikasinya. Apalagi jika komunikasi yang berlebihan itu dilakukan intens terhadap orang tertentu. Bukan hanya komunikasi secara langsung, komunikasi lewat sms, facebook atau media yang lain pun bisa mempengaruhi perasaan orang terhadap lawan komunikasinya.  Kebanyakan ikhwan-akhwat justru malah sering berkomunikasi lewat sms atau media komunikasi, sebab dalam komunikasi langsung biasanya dibatasi oleh hijab.
Jika yang dikomunikasikan adalah seputar tugas atau berkenaan dengan amanahnya dan tidak berlebihan serta tidak berkomunikasi pada jam malam, maka tidak menjadi masalah meski komunikasi dilakukan secara intens. Namun jika komunikasi sampai larut malam atau tidak jelas apa yang dibahas sehingga membuat ikhwan/akhwat cenderung menunggu-nunggu kabar (sms) dari orang tersebut, atau merasa ada yang kurang jika belum berkomunikasi dalam waktu seharian, maka perlu diwaspadai bahwa kemungkinan ada yang salah dengan pola komunikasinya. Sehingga perlu dilakukan evaluasi dan diatur kembali pola komunikasi yang dilakukan.
Saya mencoba mengutip tulisan Ridwansyah Yusuf dalam bukunya Analisa Singkat Problematika Dakwah Kampus  pada poin komunikasi ikhwan dan akhwat, bahwa komunikasi yang dilakukan antara ikhwan dan akhwat perlu diefesienkan sedemikan rupa, agar tidak terjadi fitnah yang mungkin bisa terbentuk. Ada contoh sms seorang ikhwan ke akhwat, dalam dua versi dengan topik yang sama, yakni mencocokan waktu untuk rapat.
Versi 1
Ikhwan: assalamu’alaikum ukhti, bagaimana kabarnya ? hasil UAS sudah ada ? J
Akhwat: wa’alaikum salam akhie, alhamdulillah baik, berkat do’a akhie juga, hehehe, UAS belum nih, uhh, deg-deg an nunggu nilainya, tetep mohon doanya yah !!
Ikhwan                : iya insya Allah didoakan, oh ya ukhti, kira kira kapan yah bisa rapat untuk bahas tentang acara ?
Akhwat: hmhmhm... kapan yah ? akhie bisanya kapan, kalo aku mungkin besok siang dan sore bisa
Ikhwan: okay, besok sore aja dech, ba’da ashar di koridor timur masjid, jarkomin akhwat yang lain yah
Akhwat: siap komandan, semoga Allah selalu melindungi antum
Ikhwan: sip sip, makasih yah ukhti, GANBATTE !! wassalamu’alaikum
Akhwat: wa’alaikum salam

Versi 2
Ikhwan                : assalamualaikum, ukh, besok sore bisa rapat acara ditempat biasa ? untuk bahas acara.
Akhwat: afwan, kebetulan ada quis, gimana kalo besok siang aja?
Ikhwan: insya Allah boleh, kita rapat besok siang di koridor timur masjid, tolong jarkom akhwat, syukron, wassalamu’alaikum
Dari dua contoh pesan singkat ini kita bisa melihat bagaimana pola komunikasi yang efektif dan tetap menjaga batasan syar’i. Pada versi 1 kita bisa melihat sebuah percapakan singkat via sms  antara ikhwan dan akhwat yang bisa dikatakan sedikit “lebai” ( baca “ berlebihan ), sedangkan pada versi 2 adalah percakapan antara ikhwan dan akhwat yang to the point, tanpa basa basi. Sebenarnya bagaimana kita membuat batasan tergantung bagaimana kita membiasakannya di lembaga dakwah kita saja. Perlu adanya leader will  untuk membangun budaya komunikasi yang efesien dan “secukupnya”.
Dalam hal percakapan langsung, seorang ikhwan dan akhwat sangat diharapkan untuk menjauhi percapakan berdua saja, walau itu di tempat umum. Alangkah baiknya jika salah satu ikhwan atau akhwat meminta muhrimnya (sesama jenis kelamin) untuk menemaninya. Dengan itu diharapkan pembicaraan menjadi terjaga dan meminimalkan kesempatan untuk khilaf. Dengan melakukan pembicaraan yang secukupnya ini sebetulnya dapat lebih membuat pekerjaan menjadi lebih cepat dan efektif. Karena setiap pembicaraan yang dilakukan tidak ada yang sia-sia, semua membahas tentang agenda dakwah yang dilakukan.
4.       Manajemen Lembaga
Sebagai sebuah lembaga dakwah kita berusaha untuk bisa optimal memanfaatkan seluruh potensi pengurus dengan tetap menjaga batasan-batasan syar’i. Untuk itu perlu adanya manajemen kerja yang jelas antara ikhwan dan akhwat. Saya berpendapat dalam sebuah lembaga dakwah perlu adanya koordinator akhwat untuk mengkoordinir kepentingan akhwat secara pribadi, misalnya untuk penjagaan kondisi ruhiyah dan semangat, sehingga hal ini tidak perlu diambil alih oleh ikhwan yang mungkin akan menimbulkan interaksi yang berlebihan jika itu dilakukan. Koordinator akhwat bisa diambil dari pengurus akhwat yang memiliki kompeten untuk mengkoordinir pengurus akhwat yang  lainnya, misalnya ketua kemuslimahan atau sekretaris departemen yang juga dari kalangan akhwat. Ketua lembaga atau kepala departemen cukup mengecek kondisi staf akhwat kepada koordinator akhwat, begitu pula sebaliknya.
Lembaga juga harus dapat memberikan perlakuan apabila ada pengurus yang ‘nakal’, yakni melanggar batasan-batasan syar’i dalam berinteraksi/berkomunikasi dengan lawan jenisnya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga pengurus dari kekhilafan serta menjaga izzah lembaga.
Dalam pembagian kerja teknis, pekerjaan yang dilakukan  bersama-sama antara ikhwan dan akhwat diharapkan dapat diminimalisasi. Sebaiknya pekerjaan dilakukan secara terpisah (berbeda tempat) untuk menghindari terjadinya ikhtilat yang berlebihan, misalnya untuk dekorasi, pembuatan mading, pembungkusan konsumsi, dan lain sebagainya.

Wallahu a’lam, semoga bermanfaat.


ISLAM, Metode Pergolakan


Pada penghujung abad XX, ketika Pergerakan Islam berdiri dan dengan tekun membersihkan abu kebodohan dan abu penyesatan dari agama maka maksud utamanya adalah memulihkan kembali kekusutan pemahaman agama kemudian menampilkannya dalam gambaran yang murni dan benar dalam pikiran umat.
Islam merupakan metode kehidupan. Begitulah Ia harus dipahami. Dan begitu pula Islam harus dituangkan dan diterapkan. Dia merupakan suatu gerak revolusi dan pergolakan. Revolusi yang tidak hanya mencangkup salah satu aspek kehidupan, akan tetapi meliputi seluruh seginya. Islam, suatu pergolakan yang tidak bisa diucapkan dan disemboyankan saja namun harus merupakan suatu perubahan kualitatif bagi masyarakat dengan perubahan yang mendasar.
Pergolakan Islam tidak dapat terjelma hanya dengan mengubah organisasi atau meluruskan konstitusi. Tidak bisa terwujud hanya dengan mengibarkan panji dan mengumandangkan deklarasi. Akan tetapi ia bisa dicapai dan diwujudkan dengan melengkapkan semua nilai-nilai, faktor-faktor dan ciri-ciri khas keislaman ke dalam kepribadian umat. Ia bisa diciptakan dengan menegakkan metode ketuhanan dan melaksanakan kedaulatan-Nya untuk masyarakat. Sebagai tindak lanjutnya adalah memperbaiki citra, semua citra, dan menundukan kelakuan., semua kelakuan, pada upaya penegakan dan kedaulatan itu.
Dengan demikian pergolakan islam itu berat dan menuntut perjuangan dan kesiapan. Ciri-ciri dan karakter Pergolakan Islam berbeda di banding pergolakan lainnya. Sasaran pergolakan islam juga berbeda dengan sasaran pergolakan kepartaian, politik,  dan militer. Apa yang manis bagi mereka, mungki pahit bagi Islam dan ditolaknya. Islam adalah bentukan dirinya sendiri menurut konsepsi aqidahnya dan dalam program pergolakannya. Ciri Pergolakan Islam :
Keparipurnaan
Islam dalam bagian dan universalitas hukum, dasar hukum dan syariat merupakan hati nuraninya. Ia berusaha keras untuk menggerakan semua eleman kebajikan dalam batin kemanusiaan, dan mengadakan kontrol secara terus menerus, supaya manusia terhindar dari penipuan dan penyimpangan.
            Islam bukan seperti tatanan mujarrad (abstrak) lainnya, yang tidak memiliki kemampuan mengadakan reformasi pergolakan melewati lingkaran problem kemasyarakatan, ekonomi, dan politik semata-mata. Akan tetapi karena cenderung naturalnya islam sekaligus metode universal dan menyeluruh. Semua ini menyebabkan metode dan sistem pergolakannya menjadi unik.
            Maka dari itu pergolakan islam tidak bisa diwujudkan dengan sarana yang dibuat-buat dengan gegabah, atau dengan program militer mendadak. Akan tetapi harus didahului dengan penyusunan elemen-elemen dan kekuatan-kekuatan lainnya yang menjamin dapat mengubah pemikiran, akhlak, pendidikan dan kejiwaan yang menjadi dasar masyarakat Jahiliah.

Keimanan
Keimanan islam merupakan kendali Pergolakan dan juga merangkap penggaris metode dan program-programnya. Adapun bingkai yang ditetapkan Islam sebagai lapangan kegiatannya berpusat pada dua landasan.
            Pertama, kemurnian tujuan yang hendak dicapai oleh semangat kegiatan Islam, dan yang tidak memakai tolok ukur yang dipakai oleh pergolakan nasionalisme, kepartaian, politik dan kemiliteran.
            Kedua, kemurnian cara dan jaminan sahnya menurut syari’at dan jaminan benarnya menurut semangat agama Islam, sehingga terwujud pemeliharaan Pergolakan Islam itu dari semua keruntuhan dan bahaya ketergelinciran kembali.
            Islam tidak memendang merebut kekuasaan itu sebagai tujuan, akan tetapi itu hanya sebagai sarana dalam upaya menegakkan perintah Allah dan menerapkan kedaulatan-Nya. Apabila mencapai tampuk kekuasaan itu tidak menjamin terwujudnya tujuan, maka dicapai atau tidak keadaaannya sama saja.
Kemanusiaan
            Pengertian pergolakan islam juga mengandung pengertian manusiawi. Yaitu tidak menempuh jalan kebaikan dengan cara kejahatan, tidak menyerukan kepada keutamaan dengan lidah kehinaan, dan tidak membangun dengan timbunan tengkorak dan genangan darah manusia.
            Sementara tokoh Komunis Teatschov mengancam akan memusnakan orang Rusia yang berusia lebih dari 25 tahun karena mereka tidak cocok untuk mewakili pikiran Marxisme. Sejarahpun mencatat bagaimana sikap kamanusiaan luhur Islam dalam memperlakukan golongan lainnya. Terbukti, pada waktu pasukan Islam memasuki kota Mekkah, Abu Bakar As-Siddiq pergi menuntun ayahnya yang masih dalam keadaan Musyrik. Rasulullah Saw, melihatnya, ia bersabda, “.....  kenapa tidak kau tinggalkan orang tua itu dirumahnya, biarkan aku saja yang mendatanginya.” Lalu sahut Abu Bakar,”Ya, Rasulullah! Dia lebih pantas datang menghadap Anda, daripada Anda datang menemuainya.”
            Ia mendudukan ayahnya di depannya seraya dadanya (dada ayahnya) di usap-usap dan berkata : “Islamlah!”
            Lalu ayah Abu Bakar menyatakan Islamnya.
            Dengan cara itulah kiranya Pergolakan Islam dapat diwujudkan. Pergolakan yang memiliki karakter kemanusiaan, keluhuran akhlaq yang alami, dan sarana pelaksanaan dan tujuan dilandasi keimanan.

(Agus Subkhi Hermawan)

Tujuh nasehat Sa'adi



Tujuh nasehat Sa'adi (murid Syech Abdul Qodir Jaelani):

1. Kekayaan adalah diperuntukkan bagi kesenangan hidup dan bukan hidup untuk memperoleh kekayaan. mereka bertanya kepada seorang bijak. "Siapakah yang beruntung dan siapa yang merugi?. Ia berkata, Keuntungan adalah bagi siapa yang menabur dan menuai, sedang yang tidak beruntung adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan ketidak beruntungan dibelakangnya.

2. Suatu bangsa diperindah oleh orang-orang terpelajar dan suatu agama diperindah oleh pemeluknya yang saleh.

3. Jangan membuka semua rahasiamu kepada teman-temanmu, karena suatu hari mungkin mereka akan menjadi musuhmu, dan jangan melakukan semua kejahatanmu terhadap musuhnmu, boleh jadi mereka akan menjadi temanmu.

4. Sebuah gagasan yang ingin engkau rahasiakan jangan diceritakan kepada seseorang, betapapun engkau mempercayainya, karena engkau sendiri tidak dapat menyimpan rahasiamu, jangan berharap orang lain dapat lebih darimu (dalam menjaga rahasia). Lebih baik berhati-hati daripada berkata pada orang lain, kemudian mengharapkan agar mereka mau menyimpan rahasia. Jangan berkata pada siapapun apa yang engkau tidak ingin setiap orang mengetahuinya.

5. Untuk mengecek mawar yang indah adalah terletak pada baunya, bukan pada perkataan pemilik kebun. Orang bijak seperti sekuntum bunga mawar yang mekar, meskipun diam semerbak harum baunya. Sementara orang dungu ibarat sebuah tong, nyaring bunyinya kosong isinya (tidak berilmu dan tidak bermanfaat untuk orang lain).

6. Jika engkau mendengar berita yang menyakitkan hati, lebih baik diam. Jadilah seperti burung bulbul, membawa berita baik di musim semi dan meninggalkan berita buruk bagi burung hantu.

7. Kesabaran mengantar kita pada keberhasilan, kekerasan mengantar pada kekecewaan.


Sa'adi As Sirozi adalah murid utama Syekh Abdul Qodir Jaelani
Dikutip dari History of Islamic Origins of Western Education AD 800-1350, (Mehdi Nakosteen, 1964)
Sufi (Edisi Edisi 5)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Design Blog, Make Online Money