Ramadhan telah berlalu dan saat ini kita telah memasuki bulan Syawal. Hanya
diri kita sendiri yang mengetahui kualitas amalan-amalan kita selama bulan
Ramadhan yang lalu. Berapa banyak Ramadhan yang sudah kita lewati tapi kita
merasa semuanya biasa saja, tidak ada yang istimewa. Yang tertinggal dalam
ingatan hanya menahan rasa haus dan lapar. Target ibadah Ramadhan pun mungkin
masih banyak yang belum dituntaskan. Tidak ada rasa rindu ingin berjumpa
kembali dengan Ramadhan tahun depan. Kalau kita mencoba flashback ke belakang, maka kita akan menjumpai kelalaian-kelalaian
dalam menyambut bulan Ramadhan. Salafush shalih mengatakan,“Rajab adalah bulan
menanam, Sya’ban bulan menyiram. Ramadhan adalah saat pohon berbuah. Bila engkau
ingin memetik buah di bulan Ramadhan. Kau harus menanamnya di bulan Rajab dan
menyirami tanaman itu di bulan Sya’ban.” Para salafush shalih dahulu, enam
bulan berturut-turut menjelang Ramadhan, memohon kepada Allah agar dipertemukan
dengan Ramadhan dan selama enam bulan setelah Ramadhan kembali memohon kepada
Allah untuk menerima amalan-amalan yang telah dilakukan selama Ramadhan. Mereka
merindukan saat-saat berpuasa di waktu siangnya, bermunajat di waktu malamnya
dan tilawah di tiap harinya. Rabbana
taqabbal minnaa.
Alkisah seorang budak wanita yang dipunyai lelaki shalih dijual kepada
sebuah keluarga. Menjelang Ramadhan keluarga baru menyiapkan berbagai macam
makanan. Ternyata makanan yang banyak itu untuk menyambut bulan Ramadhan. Saat itu
juga, budak wanita yang beriman itu meminta untuk dipulangkan kembali kepada
majikannya yang lama. Karena selama bersama dengan majikan lamanya, seakan
seluruh tahun adalah Ramadhan. Ia tidak ingin memiliki majikan yang seakan-akan
hanya berpuasa di bulan Ramadhan saja.
Ramadhan adalah bulannya ibadah. Bulan yang di dalamnya diperintahkan oleh
Rasulullah untuk memperbanyak ibadah ketimbang bulan-bulan lainnya. Merasakan hari
ini seakan masih Ramadhan berarti kembali menghidupkan amalan-amalan Ramadhan
dengan diiringi kerinduan untuk berjumpa kembali di tahun depan. Kerinduan akan
memotivasi kita untuk mempersiapkan diri sebaik-baiknya selama satu tahun ke
depan. Berharap mendapatkan malam Lailatul Qadr yang selama ini selalu
terlewatkan. Berharap tidak ada lagi penyesalan. Yang ada hanya rasa syukur
atas kesempatan yang masih diberikan dan kebahagiaan atas nikmatnya ibadah yang
kita rasakan.
Ramadhan adalah momentum reformasi diri. Ada usaha untuk menjadi pribadi
yang lebih baik dengan berusaha meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk dan
mulai membiasakan diri dengan amalan-amalan yang baik. Kita mulai dengan
melaksanakan puasa Syawal agar mendapatkan ganjaran selama puasa satu tahun
penuh.
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam
hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim)
Ramadhan juga bulan kemenangan dan pertolongan. Ada banyak peristiwa heroik
yang terjadi selama bulan Ramadhan. Menjadi penyemangat kita dalam memperjuangkan
kebaikan di jalan kebenaran. Sebut saja perang Badar, Fathul Mekkah, penguasaan
kota ‘Asqalan oleh Shalahuddin Al Ayyubi, dan yang saat ini sama-sama kita
saksikan; kemenangan-kemenangan kecil yang terjadi di Palestina atas penjajahan
Israel. Israel tidak akan menang melawan Palestina! Karena para mujahid
Palestina adalah mereka yang tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa
mereka di jalan Allah, tidak lesu dan tidak pula menyerah kepada musuh. (QS.3:146-148)
Dengan menghidupkan
Ramadhan di setiap harinya dan mengenang kehadirannya serta menghadirkan
kerinduannya, maka rasakan Ramadhan selamanya.
No comments:
Post a Comment