Akhirnya kita sampai pada kisah kemenangan ekspedisi pasukan Muslim pada perang Yarmuk. Ekspedisi yang dipimpin Khalid bin Walid untuk menaklukan kebesaran Imperium Romawi, pada masa kekhalifahan Abu Bakar As-Shidiq.
Di suatu daerah yang bernama Yarmuk, pasukan Muslimin dengan pasukan Romawi bertemu. Telah sebulan lamanya, dua kubu tersebut berada di tempat itu, namun tidak ada yang berani menyerang lebih dulu. Masing-masing pada posisi saling menunggu dan menjaga jarak. Apa yang menahan mereka sehingga tidak segera saling bertempur? Rupanya, masing-masing pasukan sama-sama merasa gentar untuk bertempur.
Kubu Muslim merasa gentar untuk memulai menyerang lebih dulu karena mereka melihat jumlah kekuatan pasukan Romawi yang luar biasa besar. Inilah pengerahan pasukan yang terbesar dalam sejarah peperangan di dunia. Bayangkan! Pada saat itu, Romawi mengerahkan 240 ribu pasukan untuk menghadapi pasukan Muslim, yang jumlahnya jauh lebih kecil, hanya 36 ribu pasukan. Merek
a belum punya pengalaman menghadapi pasukan dengan jumlah sebesar itu. Nyali pasukan Muslim menjadi ciut.
Lain halnya dengan pasukan Romawi. Mereka gentar karena melihat track record pasukan Muslim yang tak terkalahkan meskipun jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan jumlah mereka sendiri. Kisah-kisah penaklukan dan kemenangan pasukan Muslim dalam setiap peperangan sebelumnya telah menyebabkan pasukan Romawi berpikir seribu kali untuk menyerang lebih dulu. Mereka dihantui perasaan cemas dan gelisah akan menderita kekalahan dalam menghadapi pasukan Muslim.
Situasi berkembang menjadi tidak menentu. Di kalangan pasukan Muslim mulai dibayangi bahaya akan lunturnya disiplin dan pengkianatan anggota. Semakin besar kemungkinan akan adanya sebagian anggota yang melarikan diri, terutama bagi mereka yang baru saja masuk Islam, sehingga keimanan mereka belum mantap benar. Apalagi setelah melihat kekuatan musuhnya, dengan jumlah dan perlengkapan perang yang besar.
Melihat perkembangan demikian, Khalid bin Walid, selaku pimpinan perang, segera menganalisa situasi. Dia menyimpulkan bahwa rahasia kemenangan dalam peperangan ini adalah pada ketepatan strategi dan kekuatan mental pasukan, terutama pada keteguhan hati. Ia memandang bahwa larinya dua tiga orang tentara dari kesatuan mereka, akan menyebarkan kepanikan dan kekacauan seluruh pasukan. Akhirnya, sebelum mental pasukan benar-benar jatuh, dia memutuskan untuk menyerang lebih dulu dengan strategi memecah pasukan dalam beberapa kesatuan untuk memunculkan kesan gelombang pasukan yang besar.
Pada hari yang ditentukan, sebelum melakukan penyerangan, Khalid berpidato membakar semangat, meneguhkan mental pasukannya, “Hari ini adalah hari-hari Allah, tidak pantas kita berbangga-bangga dan berbuat durhaka. Maka ikhlaskanlah jihad kalian, dan harapkanlah ridha Allah dengan amal kalian. Daripada kalian sibuk menghitung jumlah musuh, lebih baik kalian sibuk menebas batang leher mereka………………..”
Setelah seluruh pasukan menempatkan diri pada posisi yang telah ditetapkan, Khalid memerintahkan perempuan-perempuan Muslimah yang ikut ekspedisi Yarmuk untuk mengambil senjata. Mereka diperintahkan untuk berada di belakang barisan pasukan Muslimin di setiap penjuru. “Siapa yang melarikan diri, bunuhlah saja dengan senjata kalian”, perintah Khalid. “Allahu Akbar……, berhembuslah angin surga!” Khalid dan bala tentara Muslimin maju menyerbu pasukan Romawi.
Peperangan berlangsung dengan kecamuk luar biasa dan kemenangan berada di pihak kaum Muslimin. Diantara kisah kemenangan itu adalah ketika Khalid bin Walid mengerahkan satu kesatuan berjumlah 100 tentara untuk menyerbu sayap kiri pasukan Romawi yang jumlahnya 40 ribu orang. Sambil mengayunkan pedangnya, ia berseru, “Demi Allah, tidak ada lagi kekuatan pada orang-orang Romawi sebagaimana yang kalian lihat. Sungguh, Allah memberikan kesempatan pada kalian untuk menebas batang-batang leher mereka…!” Dan kemudian kesatuan tersebut menang.
******
Sobat , pelajaran kepemimpinan apa yang bisa kita petik dari kisah di atas?
Pertama, seorang pemimpin harus cerdas dan tepat dalam menganalisa situasi dan permasalahan. Sebagaimana panglima Khalid di atas, ia mampu membaca situasi dengan cermat. Ia menilai akar permasalahan sebenarnya bukan pada jumlah
pasukan musuh yang jauh lebih besar tapi justru pada mental pasukan Muslimin yang diambang keraguan menghadapi musuh.
Mereka membutuhkan sosok pemimpin yang mampu berperan untuk meneguhkan mental mereka. Dan, Khalid bin Walid mampu memainkan peran tersebut. Jika seandainya situasi dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin akan semakin melemahkan semangat dan keberanian pasukannya. Oleh karena itu, ia segera memutuskan untuk menyerang lebih dulu.
Sobat, dalam organisasi apa pun, pasti akan ada saat-saat dimana muncul permasalahan yang kadarnya bisa mudah, susah, atau bahkan rumit dan memusingkan. Itu adalah bagian dari dinamika organisasi yang wajar. Jika ada suatu organisasi yang adem ayem saja, tidak pernah ada permasalahan yang mengemuka, itulah yang tidak wajar. Mengapa? Karena tanpa ada permasalahan yang muncul berarti organisasi tersebut akan stagnan. Mandek. Tidak dinamis. Menjemukan. Kalau sudah demikian, itulah tanda-tanda organisasi yang tidak sehat.
Lalu, apa yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin ketika menghadapi masalah? Seperti Khalid bin Walid, analisa situasi permasalahan dengan baik. Lakukan proses identifikasi faktor-faktor yang terlibat dalam masalah tersebut. Lalu, buat skema masalah yang obyektif untuk bisa menemukan akar permasalahan yang sebenarnya. Dengan demikian, kita bisa memutuskan solusi apa yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Pelajaran kedua, seorang pemimpin harus punya inisiatif untuk segera mengambil keputusan. Apa yang akan terjadi seandainya Khalid bin Walid tidak segera membuat memutuskan untuk menyerang lebih dulu? Sangat besar peluang terjadinya mental dan semangat pasukannya makin melemah. Bahkan bukan tidak mungking akan ada dua tiga prajuritnya yang mundur melarikan diri. Dan ini berarti masalah bertambah besar bagi pasukan Muslimin.
Pelajaran bagi kita adalah, begitu kita selesai menganalisa masalah kemudian berhasil melakukan identifikasi akar permasalahan, langkah selanjutnya adalah mengambil langkah-langkah yang jelas untuk menyelesaikan permasalahan. Dan, yang harus diingat, pada tahap ini kita harus segera mengambil keputusan.
Jangan biarkan masalah berlangsung lama berlarut-larut tanpa penyelesaian. Jika orientasi pemikiran terlalu lama berkutat pada selalu mencari-cari titik permasalahannya, tanpa pernah kita mengarahkan pada bagaimana kita menyelesaikan masalah tersebut, maka akan bisa dipastikan masalah menjadi makin besar atau bahkan bertambah muncul masalah yang baru. Jika demikian adanya, semakin pusinglah kita. Masalah satu belum selesai, muncul masalah berikutnya.
Ketiga, seorang pemimpin harus tegas. Kita membutuhkan satu modal berupa ketegasan dalam melaksanakan langkah-langkah penyelesaian masalah. Apa tujuan Khalid memerintahkan para Muslimah berjaga di belakang barisan pasukannya? Tidak lain untuk mencegah pasukannya melarikan diri. Seandainya ada yang berani melarikan diri, maka kematian yang sia-sia menjadi resikonya. Efeknya adalah, para prajurit tentu akan berpikir, sama-sama resiko mati, daripada mundur lalu mati sia-sia, lebih baik memilih maju berjihad, lalu syahid dan mendapatkan pahala.
Itulah efek ketegasan Khalid bin Walid terhadap pasukannya. Ketegasan model beginilah yang kita butuhkan. Ketegasan yang tidak tanggung-tanggung. Jika seorang pemimpin tegas, maka anak buahnya akan belajar komitmen dan konsisten terhadap apa yang menjadi perintah pimpinan atau keputusan organisasi. Namun jika pemimpin tidak tegas, maka yang terjadi adalah anak buah menjadi tidak loyal. Akan muncul anak buah yang membangkang terhadap perintah atau kebijakan pimpinan.
Referensi
- Sirah NabawiyahKhaldi
- Muh. Khalid. 1998. Karakteristik Perihidup Enampulah Sahabat Rasulullah SAW. Penerbit Diponegoro
1 komentar:
termasuk ini.. referensi utamanya dari www.jundi4.blogspot.com
Post a Comment