Ketika ADK Jatuh Cinta


Oleh : Lukas Santoro
Antum ADK? Pernah jatuh cinta?
Pekan yang lalu, tema “cinta” menjadi diskusi khusus dalam halaqoh saya. Dan menjadi seperti rentetan cerita bersambung ketika saya saksikan banyak teman-teman  yang sepertinya sedang kasmaran. Kok  tahu? Anggap saja sok tahu. J
Apakah cinta itu dilarang?
Tentu tidak. Cinta itu tidak direncanakan datangnya dan merupakan fitrah dari Yang Maha Membolak-balikkan hati. Tetapi mengapa Islam melarang pacaran? Karena itu adalah salah satu jalan yang dihias indah oleh setan untuk menjatuhkan manusia ke dalam lembah kenistaan (zina). Dan Allah memerintahkan kita untuk tidak mendekati zina. Pacaran juga dapat membuat seseorang menjadi tidak realistis, penghayal, bersikap tidak adil, dan jauh dari mengingat Allah swt.
Bagi orang yang normal, jatuh cinta itu pasti terjadi, kapan pun waktunya. Tetapi setiap orang memiliki cara masing-masing untuk memanajemen cinta yang sedang menyelimuti hati mereka. Ada yang ketika jatuh cinta langsung tergesa-gesa untuk menjadikan orang yang dicintainya itu sebagai pacarnya. Ada juga yang berusaha cuek dan meluruskan kembali hatinya untuk mengingat Allah swt.
Kadang, masih ada aktifis dakwah kampus (ADK) yang merasa bimbang ketika jatuh cinta. Bimbang untuk memutuskan antara pacaran atau tidak. Sebetulnya secara prinsip sudah tahu bahwa pacaran itu dilarang dan banyak kemudharatan di dalamnya, tetapi kadang setan punya argumen dan strategi yang cukup kuat untuk membalikkan akal dan prinsip yang sudah teguh sekali pun.
Ketika prinsip kita masih teguh menyatakan bahwa kita tidak boleh pacaran, setan tidak akan menyerah begitu saja. Setan akan mencari celah dan bekerja keras untuk menggoda kita ketika sedang lengah. Misalnya saat kondisi internal lembaga sedang kacau, antara ikhwan dan akhwat selalu tidak sepaham dan pernyataan-pernyataan tidak krasan mulai keluar dari mulut pengurus, saat itulah setan memiliki peluang besar untuk menjatuhkan kita. Setan akan menggoda pimpinan lembaga dengan mengatakan: “Tanggung jawab lembaga  ini ada ditangan antum wahai calon saudaraku, jangan engkau biarkan lembaga ini runtuh di tanganmu karena engkau membiarkan para pengurus tidak krasan dalam lembaga ini. Para akhwat yang berjilbab lebar itu juga manusia, mereka butuh diperhatikan secara informal di luar tanggung jawab sebagai pengurus. Mereka pasti akan bosan jika engkau selalu berkomunikasi kepada mereka seputar tugas-tugas lembaga dan dakwah. Cobalah perhatikan mereka dari segi yang lain, tanyakan kabarnya, tanyakan kabar orang tuanya, tanyakan perihal kesukaannya, tanyakan kondisi ruhiyahnya, misscall ia saat waktu tahajjud, ingatkan ia ketika waktu dhuha, kirimi puisi-puisi tentang ukhuwah, perhatikan terus kondisi mereka, karena engkau harus mengikat hati mereka agar ukhuwah pengurus tetap terjaga. Dan engkau yang harus melakukan itu, karena engkau yang bertanggung jawab terhadap lembaga ini.”
Mungkin seperti itulah setan mencoba menjebak kita para ADK (Aktifis Dakwah Kampus), membisikkan kata-kata penuh keindahan untuk membalikkan akal dan prinsip kita. Jika kita mengikutinya dan mulai terjebak di dalamnya, setan akan menawarkan jalan keluar dengan dua pilihan, antara dosa kecil dengan dosa yang cukup besar. Tentu kita akan memilih dosa yang lebih kecil, setelah itu kita terjebak lagi dan setan menawarkan lagi antara dosa sedang dengan dosa yang lebih besar, dan seterusnya hingga kita terjatuh dalam lumpur yang penuh dosa. Sebetulnya tidak ada salahnya ketika berusaha membentuk ukhuwah para pengurus, yang perlu kita lakukan adalah berhati-hati agar usaha yang kita lakukan tidak melanggar batas-batas syar’i dan jangan terlalu berusaha memainkan hati, karena hati adalah kuasa dari Yang Maha Membolak-balikkan hati. Lakukan saja sewajarnya.
Saya akan memaparkan beberapa  hal yang dapat mencegah/melindungi kita para ADK dari penyakit/virus yang ditimbulkan dari perasaan cinta, mungkin ada hal lain yang bisa dilakukan, namun inilah cara yang saya tahu cukup efektif.
1.       Meluruskan dan Menata Niat di Hati
Kita perlu meluruskan niat di hati kita bahwa partisipasi kita dalam lembaga dakwah kampus adalah untuk mencari keridhoan Allah swt dengan menciptakan sebanyak-banyaknya peluang kebaikan bagi diri dan lingkungan kita. Jika dalam perjalanannya mulai ada bisikan-bisikan yang mencoba menggeser niat kita, atau ada sekutu niat selain mencari keridhoan Allah, maka kita harus memanaj hati kita agar kembali kepada tujuan semula.
Kita para aktifis dakwah adalah orang yang sentiasa pikirannya sibuk untuk memikirkan dakwah, maka jangan biarkan hati kita terlalu mellow sehingga mengurangi totalitas dan kefokusan pikiran kita. Banyak hal yang dapat membuat hati kita menjadi mellow, diantaranya musik-musik sendu, novel romantis, film/sinetron percintaan, sering berikhtilat (berbaur) dengan lawan jenis, dll.

2.       Membiasakan Diri dengan Tarbiyah Dzatiyah
Tarbiyah Dzatiyah (tarbiyah individual) adalah usaha yang dilakukan seseorang secara pribadi untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah swt. Tarbiyah dzatiyah tidak cukup sekedar membaca buku atau mendengarkan ceramah, tapi yang lebih penting adalah melakukan ibadah harian (yaumiyah), seperti membaca alquran, shalat tepat waktu, berdzikir, shalat sunnah, qiyamullail, dan ibadah mahdhah lainnya. Meski kita sibuk mengurusi dakwah (tarbiyah ijtimaiyah), kita tidak boleh mengesampingkan tarbiyah dzatiyah, karena keduanya merupakan hal penting  yang tidak boleh ditinggalkan. Perhatikan nasihat Imam Syahid Hasan al-Banna berikut  ini “Maka seseorang tidak dibenarkan meninggalkan kewajiban-kewajiban individu (ibadah) dengan alasan sibuk melaksanakan kewajiban sosial. Juga sebaliknya, seseorang tidak dibenarkan meninggalkan kewajiban-kewajiban sosial dengan alasan sibuk melaksanakan kewajiban individu, sibuk beribadah dan berhubungan dengan Allah swt.” Sehingga kita harus dapat menyeimbangan aktifitas dakwah dengan kewajiban individu (ibadah).
Membiasakan diri dengan tarbiyah dzatiyah akan memperkecil kemungkinan seseorang untuk futhur dan melakukan hal yang sia-sia, sebab ia selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah swt melalui ibadah-ibadah yaumiyahnya. Orang yang terbiasa dengan tarbiyah dzatiyah juga akan lebih sensitif terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam dirinya (hatinya), sehingga ia akan lebih cepat merespon penyimpangan tersebut dan dengan segera memperbaikinya.

3.       Manajemen Komunikasi
Komunikasi yang berlebihan antara ikhwan-akhwat kadang memicu terjadinya perubahan perasaan terhadap lawan komunikasinya. Apalagi jika komunikasi yang berlebihan itu dilakukan intens terhadap orang tertentu. Bukan hanya komunikasi secara langsung, komunikasi lewat sms, facebook atau media yang lain pun bisa mempengaruhi perasaan orang terhadap lawan komunikasinya.  Kebanyakan ikhwan-akhwat justru malah sering berkomunikasi lewat sms atau media komunikasi, sebab dalam komunikasi langsung biasanya dibatasi oleh hijab.
Jika yang dikomunikasikan adalah seputar tugas atau berkenaan dengan amanahnya dan tidak berlebihan serta tidak berkomunikasi pada jam malam, maka tidak menjadi masalah meski komunikasi dilakukan secara intens. Namun jika komunikasi sampai larut malam atau tidak jelas apa yang dibahas sehingga membuat ikhwan/akhwat cenderung menunggu-nunggu kabar (sms) dari orang tersebut, atau merasa ada yang kurang jika belum berkomunikasi dalam waktu seharian, maka perlu diwaspadai bahwa kemungkinan ada yang salah dengan pola komunikasinya. Sehingga perlu dilakukan evaluasi dan diatur kembali pola komunikasi yang dilakukan.
Saya mencoba mengutip tulisan Ridwansyah Yusuf dalam bukunya Analisa Singkat Problematika Dakwah Kampus  pada poin komunikasi ikhwan dan akhwat, bahwa komunikasi yang dilakukan antara ikhwan dan akhwat perlu diefesienkan sedemikan rupa, agar tidak terjadi fitnah yang mungkin bisa terbentuk. Ada contoh sms seorang ikhwan ke akhwat, dalam dua versi dengan topik yang sama, yakni mencocokan waktu untuk rapat.
Versi 1
Ikhwan: assalamu’alaikum ukhti, bagaimana kabarnya ? hasil UAS sudah ada ? J
Akhwat: wa’alaikum salam akhie, alhamdulillah baik, berkat do’a akhie juga, hehehe, UAS belum nih, uhh, deg-deg an nunggu nilainya, tetep mohon doanya yah !!
Ikhwan                : iya insya Allah didoakan, oh ya ukhti, kira kira kapan yah bisa rapat untuk bahas tentang acara ?
Akhwat: hmhmhm... kapan yah ? akhie bisanya kapan, kalo aku mungkin besok siang dan sore bisa
Ikhwan: okay, besok sore aja dech, ba’da ashar di koridor timur masjid, jarkomin akhwat yang lain yah
Akhwat: siap komandan, semoga Allah selalu melindungi antum
Ikhwan: sip sip, makasih yah ukhti, GANBATTE !! wassalamu’alaikum
Akhwat: wa’alaikum salam

Versi 2
Ikhwan                : assalamualaikum, ukh, besok sore bisa rapat acara ditempat biasa ? untuk bahas acara.
Akhwat: afwan, kebetulan ada quis, gimana kalo besok siang aja?
Ikhwan: insya Allah boleh, kita rapat besok siang di koridor timur masjid, tolong jarkom akhwat, syukron, wassalamu’alaikum
Dari dua contoh pesan singkat ini kita bisa melihat bagaimana pola komunikasi yang efektif dan tetap menjaga batasan syar’i. Pada versi 1 kita bisa melihat sebuah percapakan singkat via sms  antara ikhwan dan akhwat yang bisa dikatakan sedikit “lebai” ( baca “ berlebihan ), sedangkan pada versi 2 adalah percakapan antara ikhwan dan akhwat yang to the point, tanpa basa basi. Sebenarnya bagaimana kita membuat batasan tergantung bagaimana kita membiasakannya di lembaga dakwah kita saja. Perlu adanya leader will  untuk membangun budaya komunikasi yang efesien dan “secukupnya”.
Dalam hal percakapan langsung, seorang ikhwan dan akhwat sangat diharapkan untuk menjauhi percapakan berdua saja, walau itu di tempat umum. Alangkah baiknya jika salah satu ikhwan atau akhwat meminta muhrimnya (sesama jenis kelamin) untuk menemaninya. Dengan itu diharapkan pembicaraan menjadi terjaga dan meminimalkan kesempatan untuk khilaf. Dengan melakukan pembicaraan yang secukupnya ini sebetulnya dapat lebih membuat pekerjaan menjadi lebih cepat dan efektif. Karena setiap pembicaraan yang dilakukan tidak ada yang sia-sia, semua membahas tentang agenda dakwah yang dilakukan.
4.       Manajemen Lembaga
Sebagai sebuah lembaga dakwah kita berusaha untuk bisa optimal memanfaatkan seluruh potensi pengurus dengan tetap menjaga batasan-batasan syar’i. Untuk itu perlu adanya manajemen kerja yang jelas antara ikhwan dan akhwat. Saya berpendapat dalam sebuah lembaga dakwah perlu adanya koordinator akhwat untuk mengkoordinir kepentingan akhwat secara pribadi, misalnya untuk penjagaan kondisi ruhiyah dan semangat, sehingga hal ini tidak perlu diambil alih oleh ikhwan yang mungkin akan menimbulkan interaksi yang berlebihan jika itu dilakukan. Koordinator akhwat bisa diambil dari pengurus akhwat yang memiliki kompeten untuk mengkoordinir pengurus akhwat yang  lainnya, misalnya ketua kemuslimahan atau sekretaris departemen yang juga dari kalangan akhwat. Ketua lembaga atau kepala departemen cukup mengecek kondisi staf akhwat kepada koordinator akhwat, begitu pula sebaliknya.
Lembaga juga harus dapat memberikan perlakuan apabila ada pengurus yang ‘nakal’, yakni melanggar batasan-batasan syar’i dalam berinteraksi/berkomunikasi dengan lawan jenisnya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga pengurus dari kekhilafan serta menjaga izzah lembaga.
Dalam pembagian kerja teknis, pekerjaan yang dilakukan  bersama-sama antara ikhwan dan akhwat diharapkan dapat diminimalisasi. Sebaiknya pekerjaan dilakukan secara terpisah (berbeda tempat) untuk menghindari terjadinya ikhtilat yang berlebihan, misalnya untuk dekorasi, pembuatan mading, pembungkusan konsumsi, dan lain sebagainya.

Wallahu a’lam, semoga bermanfaat.


6 komentar:

Berin Al-Fatih said...

Asslam.. Syukran dah mengingtkan terkadang rasa itu bisa timbul .. meski ari hal2..yang begitu halus.. yakni chat di fb tau Ym juga.. Nice post..

Anonymous said...

syukran sudh mau berbagi, smga itu bisa mnjadi gmbarn dn bsa seallu trtanam dalm diri setiap personil ADK untuk sllu senntiasa brhati-hati dlm brsikp.

irdhadiah said...

Wa'alaikumsalam...
semoga bermanfaat untuk antum dan kita semua..
demi kebaikan bersama ^_^

Majalah Muslim said...

mau ke siapapun juga sebisa mungkin berkomunikasi secara efektif terlebih ke yg bukan Mahramnya, tidak perlu diperpanjang ataupun diperlebar,

Unknown said...

akh, di biasakan kalau menulis di sertakan referensi ny ya... :) (udhi)

lukas said...

referensi sudah dimasukan ke dalam tulisan mas. selebihnya hasil diskusi dengan temen2 liqo.

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Design Blog, Make Online Money