Dakwah sebuah keharusan yang harus dilaksanakan
oleh setiap orang yang mengaku Islam. Tanpa dakwah, dipastikan Islam akan
segera lenyap dari permukaan bumi ini Katakanlah (wahai Muhammad!):”Inilah
jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mrngikutiku mengajak (kamu) kepada
Allah dengan bashiroh (hujjah/ ilmu)yang nyata. MahasuciAllah dan aku tidak
termasuk orang-orang yang musryik”.(QS. Yusuf / 12:108)
Dakwah merupakan sebuah keharusan dan keniscayaan yang harus dilaksanakan oleh
setiap orang yang mengaku beragama Islam. Tanpa Dakwah dapat dipastikan bahwa
Islam akan segera lenyap dari permukaan bumi ini. Sebab, hanya Dakwahlah yang
mampu mempertahankan eksistensi Islam hingga saat ini. Dalam mana kita dapat
membayangkan, apa jadinya jika dunia sepi dari kegiatan Dakwah? Sepi dari
kegiatan transfer ilmu agama?, Pasti akan muncul sebuah generasi yang tidak
mengenal aturan hidup (syari’at). Pada akhirnya akan muncul suatu kehidupan
yang berantakan (chaose). Oleh karena itu, tidak berlebihan kiranya jika
Al-Qur’an menyebutkan bahwa Dakwah merupakan jalan para Rosul Allah. Sejak
Rosul pertama, Nuh ‘alaihis salam, sampai dengan rosul terakhir, Muhammad
shollallahu ‘alaihi wa sallam.
Secara etimologi, Dakwah
berasal dari akar kata da’a, yang mengandung arti mengajak, menyeru dan
mengundang. Adapun secara terminologi, merupakan segala aktivitas yang
dilakukan secara terorganisir, untuk mengajak seseorang atau lebih kepada jalan
yang lurus (ash-shiroth al-mustaqim), mengeluarkan sesorang dari kesesatan
menuju hidayah dan dari kegelapan menuju cahaya Islam, dengan menggunakan
metode yang sistematis berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan saat ini.
Dalam berDakwah, setidaknya
ada sepiluh pilar yang harus diperhatikan oleh para da’i. Dalam mana sepuluh
pilar ini merupakan hasil ijtihad seorang ulama dan mujahid Islam yang sangat
populer, yaitu Hassan al-Banna.
Kesepuluh arkanul bai’ah itu
dengan al-Fahm (pemahaman). Bahkan, poin al-Fahm ini mengungguli pembahasan
yang lain, seperti al-Ikhlas, al-Amal, al-Jihad, at-Tadhiyah (pengorbanan),
at-Taat (kepatuhan), ats-Tsabat (keteguhan), at-Tajarrud (kemurnian),
al-Ukhuwah, dan ats-Tsiqoh (kepercayaan)! Karena wajar, Saudaraku, pilar-pilar
yang lain tidak akan tegak manakala tidak diawali dengan membangun kepemahaman
yang kokoh.
Muncul pertanyaan pada diri kita, jika
memang kita kader dakwah setidaknya kita bisa menguasai sepuluh akranul bai'ah
tersebut. Minimal kita harus memilki al
Fahm dan Al Ikhlas sebelum Al amal.
Benarkah kita kader dakwah ? Kader
dakwah itu memiliki kepahaman yang utuh. Paham akan falsafah dasar
perjuangan, paham akan nilai-nilai yang diperjuangkan, paham akan cita-cita
yang hendak dicapai, paham akan jalan yang harus dilalui. Kader dakwah memiliki
pemahaman yang komprehensif. Paham akan tahapan-tahapan untuk merealisasikan
tujuan, paham akan konsekuensi setiap tahapan, paham akan logika tantangan yang
menyertai setiap tahapan, paham bahwa di setiap tahapan dakwah memiliki tingkat
resiko yang berlainan. Kepahaman kader dakwah terus berkembang.
Benarkah kita kader dakwah ? Kader
dakwah itu memiliki keikhlasan yang tinggi. Ikhlas artinya bekerja hanya untuk
Allah semata, bukan untuk kesenangan diri sendiri. Sangat banyak godaan di
sepanjang perjalanan dakwah, baik berupa harta, kekuasaan dan godaan syahwat
terhadap pasangan jenis. Hanya keikhlasan yang akan membuat para kader bisa
bersikap dengan tepat menghadapi segala bentuk godaan dan dinamika dakwah.
Sangat banyak peristiwa di sepanjang perjalanan dakwah yang menggoda para kader
untuk meninggalkan jalan perjuangan. Ikhlas adalah penjaga keberlanjutan
dakwah.
Benarkah kita kader dakwah ? Kader
dakwah itu memiliki amal yang berkesinambungan. Amal dalam dakwah bukanlah
jenis amal yang setengah-setengah, bukan jenis amal sporadis, spontan dan tanpa
perencanaan. Sejak dari perbaikan diri dan keluarga, hingga upaya perbaikan
masyarakat, bangsa, negara bahkan dunia. Amal dalam dakwah memiliki tahapan
yang jelas, memiliki tujuan yang pasti, memiliki orientasi yang hakiki. Kader
dakwah tidak hanya beramal di satu marhalah dan meninggalkan marhalah lainnya.
Kader dakwah selalu mengikuti perkembangan mihwar dalam dakwah, karena itulah
amal yang harus dilalui untuk meretas peradaban
Pernahkah kita merasa terhimpit,
Saudaraku? Di mana amanah seolah menjadi penjara jiwa. Rutinitas dakwah sudah
seperti belenggu yang memberatkan. Kemudian dalam kelelahan itu, kita berpikir
bahwa besar sekali pengorbanan yang telah kita lakukan. Namun tidak lama, kita
kembali bersedih, mengingat sedikitnya apresiasi yang kita dapat. Reward yang
kita raih tidak sebanding dengan cost yang kita
keluarkan. Qiyadah rasanya tidak terlalu sensitif terhadap apa
yang kita rasakan. Para jundi pun cuek, bak menutup mata dan
meninggalkan kita.
Jika itu yang kita rasakan, bersabarlah, Saudaraku.
Tidak ada pisau tajam tanpa dibakar dan ditempa. Tidak ada emas indah tanpa
dipecah dan dilebur. Boleh jadi rasa sakit yang selama ini kita rasakan adalah
sebuah proses, di mana Allah ingin mengajarkan kita tentang arti kekuatan yang
sesungguhnya, tentang perjuangan yang sebenarnya, dan tentang pengorbanan
yang seutuhnya.
Saudaraku, selain penuh onak duri,
jalan dakwah ini begitu panjang dan sempit. Itu sebabnya tidak semua orang
dapat memasuki dan menjalaninya. Maka Saudaraku, bekalilah diri kita dengan
kepemahaman. Karena kekecewaan kita, protes kita, atau keluh kita, boleh jadi
adalah bukti ketidakmampuan kita dalam memahami hikmah atas apa yang Allah
ajarkan kepada kita. Atau bisa juga disebabkan oleh kurangnya kepemahaman kita
dalam memaknai arti dakwah itu sendiri. Berhati-hatilah, Saudaraku. Ketika kita
telah merasa berkorban, sesungguhnya kita belumlah berkorban. Karena tidak ada
pengorbanan yang diiringi dengan penyesalan. Tidak ada pengorbanan yang
disertai dengan kesombongan.
Dakwah ini berat, bagi mereka yang suka
mengeluh. Dakwah ini menyakitkan, bagi mereka yang tidak pernah berkorban.
Dakwah ini mengecewakan, bagi mereka yang selalu menuntut. Dakwah ini
membosankan, bagi mereka yang jauh dari keteladanan. Dan pada akhirnya, dakwah
ini hanyalah seonggok nurani yang terkapar, yang menunggu waktu hingga datang
seorang juru dakwah yang tulus, kuat, dan teguh dalam mengemban amanah ini.
Ia mau menerima beban, lantaran sadar dan peduli
bahwa harus ada yang memikul tanggung jawab ini. Ia siap menjalaninya, karena
ia yakin tidak sendiri. Selalu ada ‘tangan-tangan’ tersembunyi yang senantiasa
menuntun dan menolongnya. Selalu ada balasan yang besar dan derajat yang tinggi
dari-Nya, itulah yang membuatnya tetap tersenyum meskipun ia terluka.
Saudaraku, simaklah apa yang pernah
dituturkan Syaikhut Tarbiyah, Ust. Rachmat Abdullah,
“Allah memberi ganjaran yang sebesar-besarnya dan
derajat yang setinggi-tingginya bagi mereka yang sabar dan lulus dalam ujian
kehidupan di jalan dakwah. Jika ujian, cobaan yang diberikan Allah hanya yang
mudah-mudah saja, tentu kita tidak akan memperoleh ganjaran yang hebat. Di
situlah letak hikmahnya, yaitu bagi seorang da’i harus sungguh-sungguh dan
sabar dalam meniti jalan dakwah ini. Perjuangan ini tidak bisa dijalani dengan
ketidaksungguhan, azzam yang lemah, dan pengorbanan yang sedikit.”
Allahu a’lam…
Sumber : Dakwatuna